DENGAN EKSTRAK DAUN GAMAL (Gliricidia sepium)

Atiek Pitoyo,  Lutfi H. Murtiono, Wa Nur Aini dan Evri Noerbaeti


I. PENDAHULUAN
Dikenal dengan sifatnya sebagai bakteri oportunistik,  bakteri dari genus Vibrio diketahui sangat ganas dan berbahaya bagi ikan terutama yang sedang dibudidayakan seperti kerapu. Dikarenakan kemampuannya yang dapat bertindak  sebagai patogen primer maupun sekunder, bakteri ini masuk dalam tubuh ikan melalui kontak langsung maupun menginfeksi ikan yang telah terserang oleh  parasit (Feliatra, 1999; Nur’aini dkk, 2007). Namun menurut Matheis, 1960, dalam Moller et al., 1986, bahwa bakteri ini  tidak hanya menginfeksi dengan parah ikan-ikan yang dibudidaya saja tetapi juga mampu menyebabkan hal yang sama pada ikan-ikan liar yang hidup bebas di perairan. Hal ini disebabkan karena bakteri Vibrio  memiliki plasmid sebagai faktor keganasan yang meningkatkan tingkat patogenisitas seperti kemampuan memproduksi toksin, enzim, mengatasi ketahanan inang, serta kecepatan berkembang biak dari bakteri ini terhadap inang (Kamiso, 1996). 
Bakteri ini dapat hidup dengan baik pada kolom air, sedimen, lumpur, batu maupun tumbuh-tumbuhan air, sehingga menurut Jensen, 1983, dalam Moller et al., 1986, bahwa meningkatnya kepadatan bakteri ini sejalan dengan meningkatnya kandungan nutrien di perairan. Tingginya kepadatan bakteri Vibrio, menurut  Koesharyani (2001) dapat menyebabkan kematian masal pada pembenihan maupun pembesaran ikan kerapu. Kerugian akibat kematian masal perlu diminimalkan dengan menggunakan bahan antimikroba. Bahan antimikroba sintetik seperti antibiotik semakin dilarang penggunaanya akibat bahaya kandungan residu yang terserap pada jaringan daging ikan dan kemungkinan pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Sehingga dalam pengendalian bakteri ditegaskan untuk menggunakan bahan obat yang aman tanpa efek samping.
Salah satu teknik pengobatan yang dikembangkan adalah dengan menggunakan obat tradisional yang berasal dari tanaman, yang menurut Sugianto, 2005, bahwa keuntungan penggunaan obat tradisional tersebut adalah relatif lebih aman, mudah diperoleh, murah biayanya, tidak menimbulkan resistensi dan relatif tidak berbahaya bagi lingkungan sekitarnya.  Di antara  sekian banyak tanaman, salah satu tanaman obat yang berkhasiat adalah tanaman gamal, Gliricidia sepium. Daun tanaman ini telah dimanfaatkan petani secara luas sebagai insektisida nabati karena mengandung tanin, zat racun dikumerol dan HCN yang toksik terhadap serangga maupun peternak hewan sebagai anti parasit alami dan pakan ternak. Khasiat zat tannin yang dikandung tanaman gamal juga merupakan zat antiseptik nabati yang mampu mengendalikan pertumbuhan bakteri.
Kemampuannya sebagai bahan antiseptik terhadap bakteri pelu di uji dengan tujuan untuk mengetahui efikasi zat yang terkandung dalam daun gamal mampu mengendalikan pertumbuhan bakteri terutama bakteri gram negatif terutama yang memiliki habitat di air payau dan laut seperti Vibrio spp. Dengan demikian sasaran yang diharapkan adalah pengendalian pertumbuhan bakteri dapat teratasi dengan antiseptik nabati dari daun gamal.

II. MATERIAL DAN METODE
2.1 Alat
Peralatan utama yang digunakan inkubator (Memmert), oven (Memmert),  timbangan digital (Denver), kertas saring (lokal).

2.2 Bahan
Ekstrak daun gamal diperoleh dari daun gamal Gliricidia sepium. Daun yang digunakan adalah daun yang tidak terlampau tua maupun muda. Biakan bakteri Vibrio spp diisolasi dari media pemeliharaan larva usia 15 hari asal perbenihan kerapu Balai Budidaya Laut Ambon. Bahan-bahan lain yang digunakan adalah Ethanol 96%, TCBS agar (E.merck), TS Broth (Difco), Larutan trisalt.
2.3 Metode
A. Penyiapan Ekstrak Daun Gamal
Daun segar dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel, kemudian ditiriskan. Daun dirajang halus dan dikeringanginkan hingga kering. Setelah kering daun dihaluskan dan diayak dengan saringan dan siap dimeserasi.
B. Penyiapan Larutan Uji Dari Ektrak Daun Gamal
Pemilihan konsentrasi larutan uji dari ekstrak daun gamal adalah  sebesar 20%, 30% dan 40% b/v berdasarkan orientasi dimana pada konsentrasi dibawah 20% atau diatas 40% tidak memberikan diameter daerah hambat. Proses penyiapan larutan uji dengan cara menimbang 2 g, 3 g dan 4 g simplisia yang masing-masing dimeserasi pada 100 ml ethanol 96%. Proses meserasi dibiarkan selama 3 hari pada suhu kamar (± 25oC). Ekstrak difiltrasi dengan kertas saring dan dipekatkan dengan oven pada suhu dibawah 50oC.
C. Penyiapan Suspensi Bakteri
Biakan bakteri pada media TCBS agar hasil isolasi usia 24 jam  diinokulasi sebanyak satu ose ke dalam 10 ml TS Broth steril dan diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam. 
D. Pelaksanaan Uji
a). Uji Daya Hambat
Uji daya hambat untuk melihat sensitivitas konsentrasi ekstrak dilaksanakan dengan menggunakan metode Kirby Bauer. Cotton swab dicelupkan pada suspensi bakteri hasil kultur usia 24 jam kemudian oleskan pada media TCBSA secara merata. Kertas cakram  dengan diameter 5,5 milimeter yang telah direndam pada masing-masing ekstrak dan tiriskan, kemudian ditempelkan diatas permukaan agar telah terdapat inokulasi bakteri. Inkubasikan pada suhu 35oC selama 24 jam. Diameter zona hambatan diukur dengan milimeter. Sebagai kontrol  digunakan  ethanol 96% konsentrasi 0,1%.
b). Uji Efikasi Ekstrak
Efikasi ekstrak  diuji mengendalikan kepadatan bakteri Vibrio spp pada media pemeliharaan larva dilakukan dengan metode “dilution”. Konsentrasi ekstrak yang digunakan dari hasil uji daya hambat yang memberikan zona hambat terbesar. Efikasi ekstrak diamati untuk waktu perendaman 1 jam dan 24 jam. Hasil uji  sebanyak 0,1 ml ditanamkan pada TCBS agar dan diinkubasikan pada suhu 37oC selama 24 jam.
E. Analisa Hasil
Data yang diperoleh berupa diameter daerah hambat pertumbuhan dianalisis dengan metode analisis Rancangan Acak Lengkap (α=5%), sedangkan efikasi ekstrak dianalisis dengan metode analisis Rancangan Acak Lengkap Pola  Faktorial  2x3  (α=5%). Efikasi terbaik  dianalisis dengan metode Least Significant Difference (LSD).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstrak daun gamal menghasilkan Daerah Hambat Pertumbuhan (DHP) terhadap Vibrio spp pada konsentrasi 20%, 30% dan 40% b/v. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :


Konsentrasi Ekstrak (%)
DHP Rata-rata Ekstrak Daun Gamal (mm)
1
2
3
20
0
1
0
30
2
2
2
40
2
4
3
* DPH dari ethanol 96% sebagai kontrol negatif : tidak ada

Lama perendaman ekstrak daun gamal mengendalikan Angka Lempeng Total pertumbuhan bakteri Vibrio spp  dengan hasil seperti tampak pada tabel berikut :

Konsentrasi larutan uji (ppm)
Rata-rata ALT Bakteri terhadap  Lama Perendaman Ekstrak (kol/ml)
1 jam
24  jam
1
2
3
1
2
3
30
150
152
145
166
107
135
40
28
25
31
8
14
5
50
23
24
21
0
0
1
* ALT  dari kontrol non ekstrak adalah 336 kol/ml

Hasil pengamatan daerah hambat pertumbuhan bakteri Vibrio spp oleh ekstrak daun gamal menunjukkan besarnya  konsentrasi ekstrak mempengaruhi pertumbuhan bakteri. Semakin besar konsentrasi maka semakin banyak bahan aktif tanin yang terkumpul dari hasil ekstraksi. Hal ini terlihat dari hasil RAL dan LSD  menunjukkan bahwa masing-masing konsentrasi memiliki perbedaan aktivitas antimikroba secara signifikan (α=5%), dimana konsentrasi ekstrak 40% memberikan daerah hambat pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan 30% dan 20%.
Sementara pengendalian pertumbuhan bakteri yang dilakukan terhadap bakteri yang hidup di media pemeliharaan  larva menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang terlarut mampu menekan pertumbuhan bakteri.  Konsentrasi ekstrak daun gamal 50 ppm pada media pemeliharaan memiliki kemampuan mengendalikan kepadatan bakteri Vibrio spp secara signifikan (α=5%) berdasarkan hasil analisis pola Faktorial dibandingkan konsentrasi 40 ppm dan 30 ppm. Demikian halnya dengan lama waktu perendaman menunjukkan bahwa perendaman ekstrak selama 24 jam mampu mengendalikan kepadatan bakteri Vibrio spp dalam media pemeliharaan larva secara signifikan (α=5%)  dibandingkan perendaman ekstrak selama 1 jam. Hasil LSD memperlihatkan perlakuan ekstrak daun gamal konsentrasi  50 ppm  dengan lama perendaman 24 jam mampu mengendalikan kepadatan bakteri (α=5%)  dibandingkan konsentrasi 40 ppm dan 30 ppm dengan lama waktu perendaman yang sama maupun lama perendaman 1 jam.
Kemampuan ekstrak daun gamal dalam mengendalikan kepadatan bakteri Vibrio spp tidak lepas dari kandungan zat tannin yang terkandung pada daun gamal. Menurut Ramsad, 1959, dalam Sumarnie dkk, 2010, tannin merupakan zat anti bakteri yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Tannin menyebabkan denaturasi protein dengan membentuk kompleks dengan protein melalui kekuatan non spesifik seperti ikatan hidrogen dan efek hidrofobik sebagaimana pembentukan ikatan kovalen dan menginaktifkan adhesion kuman. Cara kerjanya adalah dengan mempengaruhi reaksi metabolisme sel yang dikatalisis oleh enzim yang terbuat dari protein. Reaksi metabolisme meliputi reaksi biosíntesis penting dan reaksi penting yang menghasilkan energi. Jadi agen kimia yang berkombinasi dengan protein akan menghalangi protein untuk melakukan fungsi normalnya mengeluarkan pengaruh bakterio statik atau bakteriosida (Wheeler dan Volk,1993). Kemampuan zat tannin yang terkandung dalam ekstrak daun gamal inilah yang mampu bertindak sebagai bakteriosida bagi bakteri Vibrio spp.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ekstrak daun gamal mampu mengendalikan kepadatan bakteri Vibrio spp yang tersuspensi dalam kolom media pemeliharaan larva kerapu karena aksinya sebagai bakteriosida.
Uji lanjutan disarankan dengan mencoba ekstraksi secara refluks untuk mengurangi kendala keterbatasan bahan ethanol.

DAFTAR PUSTAKA

Feliatra. 1994. Identifikasi bakteri patogen (Vibrio sp) di perairan Nongsa Batam Propinsi Riau. www.unri/ac.id/jurnal/jurnal-nature ind/vpl 2/5.pdf 
Kamiso, H.N. 1996. Vaksinasi induk untuk meningkatkan kekebalan bibit lele dumbo (Clarias gariephunus) terhadap serangan Aeromonas hydrophyla. Bul. Ilmu Perikanan (7): 10-18
Koesharyani, I., Des Roza, Ketut Mahardika, Fris Johnny, Zafran dan Kei Yuasa. 2001. Penuntun Diagnosa Penyakit Ikan-II. Penyakit Ikan Laut dan Krustase di Indonesia. JICA.
Nuraini Y. L., 2007. Penyakit viral pada ikan dan udang. Makalah disampaikan pada pelatihan diagnosa penyakit ikan dan udang di BBAP Situbondo tanggal 28 Mei – 2 Juni 2007.
Moller. H., and K. Anders. 1991. Disease And Parasites Of Marine Fishes. Scanner-Studio-Nord, Germany.
Sugianto, B. 2005. Pemanfaatan tanaman  obat tradisional dalam pengendalian penyakit ikan. www.rudyct.com.pps70s-ipb/1024:sugianto pdf
Sumarnie, dkk. 2010. Identifikasi senyawa kimia dan aktivitas antibakteri ekstrak Piper sp. asal Papua. Jakarta: Bidang Botani, Puslit.Biologi-LIPI CSC
Wheeler dan Volk. 1993. Mikrobiologi Dasar. Jakarta: Erlangga

Sumber : Balai Budidaya Laut Ambon

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip Pengemasan Produk Berbahan Nabati dan Hewani

Mengenal Ikan Betutu