Teknik Budidaya Polikultur Yang Terintegrasi
Teknik budidaya
polikultur yang terintegrasi adalah teknik budidaya beberapa komoditas
perikanan dalam satu petak tambak yang terintegrasi dengan waktu penebaran
dengan waktu panen secara bertahap dalam periode waktu tertentu. Komoditas yang
dipelihara dengan teknik adalah udang windu, udang bandeng dan rumput laut.
Padat tebar udang windu dan ikan bandeng yang digunakan adalah sedikit dan lama
waktu pemeliharaan hingga 7 bulan, sehingga ukuran panen udang windu dan ikan
bandeng akan lebih besar dan harga jualnya lebih mahal. Inilah yang membedakan
teknik polikultur terintegrasi dengan polikultur biasa.
Manfaat polikultur
terintegrasi adalah: (1). Pemanfaatan lahan tambak secara lebih optimal dan
produktif, (2) saling menguntungkan dalam proses budidaya, (3) menjaga
keseimbangan lingkungan, (4) mengurangi resko gagal panen dan kerugian fatal
secara ekonomi, (5) pembudidaya bisa mengdapatkan penghasilan rutin setiap
bulan dari hasil penjualan rumput laut, udang windu dan bandeng yang dipanen
secara bertahap dalam periode waktu tertentu.
Dalam teknik polikultur
terintegrasi, rumput laut merupakan penghasil oksigen dan memiliki kemampuan
untuk menyerap kelebihan bahan organik dan cemaran toksik dalam perairan.
Sedangkan ikan bandeng sebagai pemakan plankton dan alga hijau sehingga dapat
mengendalikan kelebihan plankton dan alga hijau dalam tambak.
Sementara kotoran
udang, ikan bandeng dan bahan organik lainnya merupakan sumber hara yang
dimanfaatkan rumput laut dan fitoplankton untuk pertumbuhan. Sehingga rantai
makana seperti ini dapat menyeimbangkan ekosistem perairan. Hubungan antara
udang windu, bandeng dan rumput laut adalah simbiosis mutualisme. Bagian
thallus (batang) rumput laut yang mati akan menimbulkan klekap yang merupakan
makanan pokok dari ikan bandeng.
Budidaya polikultur
sangat diminati oleh masyarakat karena teknik ini menghasilkan lebih dari satu
komoditas. Dari pengalaman petambak di Luwu (Sulawesi Selatan) teknik
mendapatkan penghasilan bersih setiap hektar tambak mencapai 4 juta per bulan.
Angka ini diperoleh dari udang windu ukuran 30 – 40 gram seharga Rp. 70.000 –
100.000 per kg, bandeng ukuran 100 – 125 gram seharga 10. 000 – 15.000/kg dan
harga rumout kaut di tingkat pembudidaya Rp. 500 – 600/kg dan 5.000 – 6.000/kg
kering.
Tabel 1. Jenis komoditas, ukuran dan
padat tebar
Jenis Komoditas
|
Ukuran
|
Padat Tebar
|
Tokolan Udang Windu
|
2 – 3 cm
|
1 – 3 ekor/m2
|
Gelondongan Bandeng
|
3 - 5cm
|
0,3 – 0,4 ekor/m2
|
Bibit Rumput Laut
|
Bibit muda
|
0,1 – 0,25 kg/ m2
|
Tabel 2. Kualitas Air Polikultur
Terintegrasi
Parameter
|
Nilai Kisaran
|
Salinitas
|
15 - 25
|
Suhu
|
29 - 32
|
pH
|
7,7 – 8,2
|
DO (ppm)
|
5 – 7,17
|
Tabel 3. Hasil Panen Polikultur
Terintegrasi
Jenis Komoditas
|
Tebar
|
Tingkat Hidup
|
Biomassa
|
Ukuran
|
Udang Windu
|
19.500 ekor
|
63 %
|
558 kg
|
45 ekor/kg
|
Bandeng
|
2. 600 ekor
|
87 %
|
377 kg
|
160 g/ekor
|
Rumput Laut
|
1.000 kg
|
100 %
|
12.000 kg
|
|
Persiapan
Ada beberapa
tahapan yang harus dilakukan pada teknik polikultur terintegrasi, pertama
persiapan tambak yang meliputi pengeringan tambak, perbaikan konstruksi tambak,
penataan caren dan aplikasi kapur, kedua persiapan air. Tahap ini merupakan
tahap pengisian air ke dalam tambak, pemberantasan hama dan predator dengan
saponin 12 – 15 ppm, aplikasi pupuk (orgnik pabrikan 80 ppm dan NPK 15 ppm) dan
air tambak siap pakai ketika kecerahan air sudah mencapai 50 cm. Ketiga Penebaran
benih udang, bandeng dan rumput laut, penebaran tiap komoditas dilakukan secara
bertahap. Diawali dengan penebaran bibit rumput laut pada 2 minggu setelah
pengsian air. Kemudian setelah itu (minggu ke -5) dimasukkan benih udang windu
ukuran tokolan dan berikutnya penebaran benih bandeng ukuran gelondongan pada
minggu ke 6. Penebaran susulan benih udang windu dilakukan pada minggu ke 9 dan minggu ke 13. Setiap kali
penebaran, jumlah benih adalah sepertiga dari total penebaran yang direncanakan
(Tabel 3).
Pemeliharaan
Untuk
mempertahankan kualitas air perlu memperhatikan kualitas air, dan memperhatikan
sirkulasi air tambak dengan menerapkan sistem tertutup. Yaitu dengan
mengalirkan air dari tandon ke tambak pemeliharaan , bersamaan dengna itu air
dari tambak dikeluarkan ke tandon.
Pengelolaan air dengan cara ini, dapat mempertahankan mutu air selama masa
pemeliharaan.
Monitoring
pertumbuhan dan kesehatan udang windu dan bandeng sangat penting dilakukan.
Kelangsungan hidup dan berat rata – rata diukur setiap 7 – 10 hari sekali.
Kondisi dan kesehatan udang dipantau setiap hari dengan menggunakan anco.
Sedangkan untuk ikan bandeng dilakukan pada saat sampling. Sedangkan kondisi
rumput laut dipantau secara visual setiap 3 hari dengan cara mengambil sampel.
Dalam pemeliharaan,
pemupukan sususan dilakukan jika pakan alami ditambak mulai berkurang, ditandai
dengan menipisnya klekap dipelataran tambak. Pemupukan susulan dilakukan dengan
penambahan pupuk organik dan an organik 10 -15% dari pupuk awal.
Pemanenan
Pemanenan merupakan
hal yang spesifik dari teknik polikultur terintegrasi sebab panen dilakukan
secara bertahap. Diawali dengan rumput laut, pada umur 30 hari setelah
penebaran dan dilakukan secara rutin setiap sebulan sekali. Setiap panen panen
bisa diambil sebanyak 2.000 kg, dan disisakan sekitar 1.000 kg sebagai bibit.
Demikian selanjutnya hingga 6 kali panen.
Pane udang windu
juga dilakukan secara selektif untuk udang yang sudah mencapai ukuran berat 45
gram/ekor atau lebih. Pelaksanaan panen udang dilakukan pada malam hari ketika
suhu air dan udara rendah sehingga udang tetap segar. Panen udang windu mulai
dilakukan pada umur 10 -11 minggu dari saat penebaran pertama.
Sementara panen
ikan bandeng dilakukan setelah umur pemeliharaan mencapai 90 – 100 hari dan
dilakukan secara rutin seminggu sekali dengan berat ikan bandeng sudah mencapai
160 – 165 gram/ekor. Pemanenan akhir secara total dilakukan setelah umur
pemeliharaan mencapai 28 minggu atau total pemeliharaan sekitar 200 hari dari
saat persiapan awal.
Sumber: Tri Supratno (BBAP Jepara), Majalah Akuakultur Edisi 2 Februari 2013.
Komentar
Posting Komentar