Teknologi Perbanyakan Induk Ikan Mas Bermarka Cyca-Daby05 yang Tahan Terhadap Koi Herves Virus (KHV) dan Bakteri Aeromonas hydrophila
Teknologi Perbanyakan Induk Ikan Mas Bermarka Cyca-Daby05 yang Tahan
Terhadap
Koi Herves Virus (KHV) dan Bakteri Aeromonas
hydrophila
Major Histocompatibility Complex
(MHC) :
gen utama yang komplek yang berkaitan dengan ketahanan terhadap penyakit
MHC class II:
gen utama yang komplek yang mempresentasikan keberadaan antigen dan berkaitan dengan ketahanan terhadap penyakit bacterial dan
virus
Cyca-DAB1*05:
penanda molekuler yang berkaitan dengan ketahanan ikan mas terhadap
penyakit bacterial dan virus
Ikan Mas MHC :
ikan mas yang membawa markaCyca-DAB1*05 (MHC II)
PERSYARATAN
TEKNIS APLIKASI
1. Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi
Ikan mas MHC yang tahan penyakit dihasilkan melalui serangkaian
kegiatan identifikasi, uji tantang dan uji lapang. Populasi F0 atau founder ikan mas MHC telah dihasilkan tahun
2009 dan dilanjutkan pengidentifikasian, pengujian dan pengembangannya di tahun
2010 – 2011 untuk menghasilkan ikan mas MHC F1. Induk ikan mas MHC F1 yang
dihasilkan tahun 2011 digunakan untuk menghasilkan populasi ikan mas keturunan
kedua (F2) di tahun 2012 – 2013. Selama tahun 2012 ini, telah pula dilakukan
proses identifikasi dan uji tantang dengan bakteri Aeromonas hydrophyla dan KHV. Uji
lapang juga dilakukan terhadap benih turunan ikan mas MHC F2 untuk mengevaluasi
performa daya tahan terhadap penyakit dan pertumbuhannya di karamba jaring
apung (KJA) Cirata, Cianjur. Dalam aplikasinya, ikan mas MHC F3 inilah yang akan
dan didistribusikan kepada masyarakat.
2. Uraian Standar Prosedur Operasional
a. Gambaran teknologi
Ikan mas MHC keturunan kedua (F2) dihasilkan dan digunakan sebagai
populasi dalam kegiatan identifikasi frekuensi marka MHC class II yang muncul.
Pada individu F0, frekuensi marka MHC class II yang muncul sebanyak 50% yang
menandakan bahwa 50 % populasi membawa marka MHC class II. Dalam populasi ikan
turunan berikutnya, yakni F1 dan F2, frekuensi marka MHC class II meningkat
menjadi 70% dan 83,33%. Berdasarkan performa kelangsungan hidup dalam hasil uji
tantang terhadap Aeromonas hydrophila dan KHV,
populasi ikan mas MHC F2 diperbanyak untuk menghasilkan turunannya
(F3). Uji lapang terhadap populasi ikan mas F3 yang tetuanya adalah ikan mas
MHC F2 telah dilakukan dalam kegiatan pembesaran di karamba jarring apung (KJA)
Cirata, Cianjur dengan menggunakan benih ikan mas dari masyarakat sebagai
pembanding.
b. Cara penerapan teknologi
Populasi ikan mas MHC F2 telah dihasilkan di BBPBAT Sukabumi; demikian
pula dengan perbanyakannya (F3). Oleh karena itu, BBPBAT Sukabumi memfasilitasi
masyarakat untuk memiliki induk ikan mas keturunan ke dua (F2) maupun F3 ikan
mas MHC yang tahan bakteri Aeromonas hydrophyla dan KHV ini Panduan untuk
perbanyakan induk adalah sebagai berikut:
Pemeliharaan Induk dan Pematangan
Gonad
a. Memilih 100 ekor induk jantan dan 100 ekor induk betina dari strain
terpilih, dan dipelihara dalam kolam/bak secara terpisah.
b. Menebarkan dan memelihara induk selama 60-90 hari. Padat tebar
untuk pemeliharaan di kolam air tenang, sebesar 1-2 kg/m2, sedangkan untuk
pemeliharaan di kolam air deras sebesar 6-10 kg/m3.
c. Menghitung kebutuhan pakan induk berdasarkan bobot biomassa.
d. Memberikan pakan pada induk dengan dosis 3% dari biomassa/hari.
e. Frekuensi pemberian pakan 3 kali/hari (pagi, siang dan sore).
f. Melakukan pengontrolan kolam dan ikan setiap hari.
Pemilihan Induk Matang Gonad
a. Pemeriksaan kematangan induk jantan melalui pengamatan visual
terhadap tampilan bentuk perut dan warna pada bagian urogenital.
b. Perut betina yang matang gonad dapat dilihat dari bentuk perut
membesar dan jika dipegang bagian perut akan terasa lembek. Induk betina matang
gonad, juga ditandai dengan urogenital berwarna merah jambu.
c. Induk betina dan jantan yang memijah, minimal harus 25 betina dan
25 jantan (sesuai diagram prosedur).
Perangsangan Ovulasi
a. Memberok induk betina dan jantan matang gonad pada wadah terpisah
selama 12-24 jam.
b. Menyuntik induk betina dengan hormon perangsang ovulasi, dosis
sesuai dengan jenis hormon yang digunakan pada bagian ujung bawah sirip
punggung. Lama inkubasi setelah penyuntikan sekitar 10-12 jam.
c. Melaksanakan pengontrolan air, oksigen dan kondisi lingkungan lain.
Pengalinan (Stripping), Pembuahan dan
Penetasan secara Buatan
a. Setelah ovulasi, induk betina dan jantan dialin untuk mendapatkan
telur dan sperma. Telur dari semua induk betina ditampung dalam waskom,
demikian pula dengan sperma dari semua induk jantan. Sperma, dapat pula
diencerkan terlebih dahulu sebanyak 50 kali, dengan cara mencampurkannya dengan
larutan fisiologis 0,9%.
b. Telur dari semua betina diaduk merata dengan menggunakan bulu ayam
atau bulu angsa secara perlahan, demikian pula dengan sperma.
c. Mengambil sebagian telur dan dicampurkan dengan sebagian sperma.
Campuran telur dan sperma ditebarkan secara merata pada substrat penempelan
atau langsung pada dasar hapa/akuarium/bak.
d. Proses pada butir c diulangi kembali sehingga semua telur dan sperma
habis.
e. Embrio dipelihara hingga menetas
Pemijahan, Pembuahan dan Penetasan
secara Alami
a. Setelah disuntik, semua induk betina dan jantan dipasangkan agar
memulai proses pemijahan. Pemijahan dilakukan di dalam hapa yang ditempatkan di
kolam. Substrat penempelan telur, menggunakan kakaban.
b. Setelah memijah, semua induk betina dan jantan dipindahkan dari
hapa pemijahan ke dalam wadah pemeliharaan induk.
c. Merapikan posisi kakaban di dalam hapa. Posisi hapa terbaik,
minimal 5 cm di bawah permukaan air.
Pendederan (Pd) dan Pembesaran (Pb)
a. Jika pemijahannya dilakukan di hapa yang ditempatkan di kolam, maka
kolam tersebut dapat pula digunakan sebagai wadah pendederan I. Oleh karenanya,
maka pemupukan perlu dilakukan segera setelah ikan selesai memijah. Pemupukan
dengan pupuk kandang menggunakan dosis 500 gram/m2. Posisi pupuk ditempatkan
berjauhan dengan posisi hapa agar tidak mengganggu proses penetasan.
b. Jika pemijahannya secara buatan, maka pemupukan kolam pendederan
dilakukan pada hari yang sama dengan pemijahan. Dosis pemupukan menggunakan
pupuk kandang sebesar 500 gram/m2.
c. Dosis pupuk kandang untuk pendederan 2 dan 3, masing-masing sebesar
250 gram/m2.
Proses Pemeliharaan
a. Proses pemeliharaan yang meliputi Pendederan (Pd), Pembesaran
Pertama (Pb1) serta Pembesaran Ke Dua (Pb2) tertera dalam Tabel 1.
b. Pemisahan ikan berdasarkan jenis kelamin dilakukan pada saat ukuran
100 gram/ekor atau disesuaikan dengan kemampuan dalam mengidentifiksasi jenis
kelamin.
c. Seleksi hanya dilakukan pada pada tahap akhir pemeliharaan, yakni
setelah betina berukuran 1.000-1.500 gram/ekor dan jantan berukuran 500-1.000
gram/ekor. Parameter seleksi adalah pertumbuhan.
d. Melakukan pendataan kualitas air setiap 2 minggu melalui pengukuran
kadar oksigen terlarut (O2), karbondioksida (CO2), suhu air, pH, amonia (NH3),
alkalinitas dan kesadahan air.
Sumber: Buku Rekomendasi
Teknologi KP Tahun 2014, Badan Penelitian dan Pengembangan KP,
Kementerian Kelautan dan Perikanan
Tim Penemu
Dr. Alimuddin
Ir. H. Sarifin, MS.
Ir. Maskur, M.Si.
Ir. Moh. Adduh Nurhidajat, M.Si.
Adi Sucipto, S.Pi., M.Si.
Dwi Hany Yanti, S.Pi.
Nurly Faridah, S.Pi.
Yuani Mundayana, MM.
Dr. Alimuddin
Ir. H. Sarifin, MS.
Ir. Maskur, M.Si.
Ir. Moh. Adduh Nurhidajat, M.Si.
Adi Sucipto, S.Pi., M.Si.
Dwi Hany Yanti, S.Pi.
Nurly Faridah, S.Pi.
Yuani Mundayana, MM.
Komentar
Posting Komentar