Pembesaran Ikan Bubara di Karamba Jaring Apung
PEMBESARAN IKAN BUBARA DI KARAMBA JARING APUNG
A.
Pembesaran di Karamba Jaring Apung
Kegiatan pembesaran ikan adalah suatu proses pemeliharaan benih ikan hasil
penggelondongan hingga mencapai ukuran konsumsi (400-500 gr). Pada fase
pembesaran ini, resiko kematian ikan relatif berkurang bila dibanding dengan
fase pendederan dan penggelondongan. Hal ini disebabkan karena pada fase
pembesaran, benih ikan sudah memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dan
memiliki tingkat adaptasi terhadap lingkungan yang semakin tinggBudidaya
ikan khususnya ikan bubara di karamba jaring apung merupakan salah satu usaha
yang sangat prospek untuk dikembangkan di Indonesia mengingat potensi lahan
perairan dan ikan masih sangat besar. Kondisi ini merupakan peluang yang harus
dimanfaatkan guna meningkatkan taraf hidup masyarakat pesisir, nelayan, petani
pembudidaya dan para pelaku bisnis perikanan.
Keberhasilan usaha budidaya ikan ikan bubara (Caranx sp) di karamba
jaring apung (KJA) ditentukan oleh beberapa faktor, seperti; kualitas benih,
sarana prasarana budidaya, kelayakan lokasi, permodalan, pemasaran, dan SDM
serta penguasaan terhadap teknis budidaya yang memadai. Selain itu faktor
penunjang keberhasilan usaha budidaya adalah dukungan pemerintah, dunia usaha
dan instansi teknis lainnya. Secara teknis kegiatan pembesaran tidak banyak berbeda
dengan kegiatan pendederan/penggelondongan, namun beberapa hal yang harus
diperhatikan pada tahap ini, adalah sebagai berikut:
1.
Sumber Benih
Untuk
memudahkan kegiatan pembesaran ikan bubara di KJA, maka diupayakan benih yang akan
dipelihara bersumber dari hatchery (hasil penggelondongan). Hal ini dimaksudkan agar benih yang
dipelihara mempunyai ukuran yang seragam, tidak cacat dan mempunyai jumlah yang
banyak. Khususnya ikan
konsumsi jenis ikan bubara, hingga saat ini belum ada hatcherynya maka
sumber benih masih mengandalkan tangkapan dari alam.
2.
Teknik Penebaran dan Padat Tebar
Sebelum
penebaran benih dilakukan, maka jaring dan peralatan lainnya sudah disiapkan
lebih awal. Sebaiknya waktu penebaran yang tepat dilakukan pada pagi atau sore
hari sehingga akan mengurangi resiko stress pada benih yang bisa mengakibatkan
kematian. Kepadatan optimum untuk fase pembesaran adalah 50-75 ekor/m3
dan dipertahankan selama 5 bulan pemeliharaan hingga ikan mencapai ukuran
konsumsi (400-500 gr).
B.
Pemberian Pakan
Pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan adalah
pakan rucah, limabh pakan rucah sampai dengan tetelan ikan tuna.
1.
Frekuensi Pemberian Pakan
Selama
pemeliharaan benih dilakukan pemberian pakan berupa ikan segar seperti ikan
lemuru, ikan layang, kembung, teri dan sebagainya. Dosis pemberian pakan 5-10%
dari berat total ikan dan diberikan 2 kali per hari (pagi hari jam 07:00) dan
sore hari jam 16.30 WIT), selain itu untuk memacu perkembangan dan
pertumbuhannya serta ketahanan tubuh diberikan Vitamin B-compleks 2 minggu
sekali, vitamin C diberikan 1 minggu sekali.
2.
Pemberian Multivitamin
Penambahan multivitamin pada pakan ikan segar berguna
untuk menambah kekebalan tubuh ikan sehingga tahan terhadap serangan penyakit
dan tumbuh secara normal, disamping itu dapat mencegah pertumbuhan tidak normal
seperti lordosis dan scoliosis atau tubuh bengkok dan kerdil
karena perkembangan tulang belakang yang tidak sempurna. Manfaat lain adalah
dapat meningkatkan sintasan ikan atau menurunkan tingkat kematian, meningkatkan
nafsu makan, meningkatkan agresifitas ikan dan warna tubuh lebih cerah. Dosis pemberian multivitamin sebanyak 3-5
gr/kg pakan dengan cara mencampurkan ke dalam pakan yang sudah dipotong. Dapat
juga ditambahkan Vitamin C sebanyak 2-4 gr/kg pakan dengan cara mencampurkan ke
dalam pakan.
C.
Monitoring Pertumbuhan Ikan
Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
pertumbuhan ikan dengan cara mengukur berat dan panjang total ikan. Selain itu
berguna untuk menentukan pertambahan dosis pakan yang dibutuhkan dalam fase
pemeliharaan selanjutnya serta melakukan pencatatan kematian ikan. Sampling
ikan dilakukan minimal sebulan sekali dengan mengambil ikan secara acak 10%
dari populasi atau minimal 30 ekor ikan. Untuk memudahkan pengukuran berat,
biasanya wadah timbangan diisi air lalu dimasukkan ikan yang akan diukur
beratnya. Selisih antara berat total (air dan ikan) dengan air
dianggap sebagai berat ikan. Sedangkan untuk mengukur panjang ikan dapat
digunakan pipa PVC yang telah dibuat skala ukuran panjang pada bagian dalam
pipa. Setiap pengukuran dan jumlah ikan
yang ada dilakukan pencatatan sehingga dapat diketahui pertumbuhan ikan dan
tingkat kelangsungan hidup. Hasil kajian di Balai Budidaya Laut Ambon, laju
pertumbuhan ikan bubara di KJA adalah 0,73 % - 0,92 %. Disamping data
pertumbuhan salah satu perhitungan yang menghubungkan pertumbuhan dan jumlah
pakan adalah konversi pakan. Konversi
pakan (KP) ikan bubara bubara berkisar antara 4,2 – 9,3 dan efisiensi pakan
adalah 10 % - 24 %.
D.
Perawatan Waring/Jaring
Pergantian waring/jaring perlu dilakukan dalam budidaya
ikan di KJA karena didalam air laut waring/jaring cepat tersumbat dengan adanya
lumpur dan penempelan organisme-organisme (biofouling) seperti algae,
teritip, kerang dan kepiting. Jaring yang bersih akan menjaga sirkulasi air
yang keluar dan masuk kedalam jaring
akan lancar sehingga akan mengurangi resiko terhadap serangan penyakit. Pergantian jaring dilakukan minimal 3 minggu sekali atau
disesuaikan dengan kondisi perairan setempat.
Pergantian jaring dapat dilakukan pada saat kondisi ikan
dalam keadaan sehat sehingga akan mengurangi resiko kematian. Selain itu, pada
saat pergantian jaring dapat dilakukan juga beberapa kegiatan secara bersamaan
seperti perendaman dengan air tawar/antibiotik, sampling/pengukuran pertumbuhan
dan pemilahan ukuran/grading.
E.
Pengamatan Kesehatan Ikan dan Kualitas Air
Pengamatan kesehatan ikan perlu dilakukan setiap saat
baik secara visual maupun organoleptik untuk mengamati ektoparasit dan
morfologi ikan. Sedangkan pengamatan secara mikroskopik dilakukan di
laboratorium untuk pemeriksaan jasad patogen (endo parasit, jamur, bakteri dan
virus).
Gejala-gejala klinis utama ikan sakit yaitu (1). hilang
nafsu makan; (2). Tingkah laku tidak normal misalnya berenang malas dan lemah,
berenang tanpa henti, berenang dengan posisi kepala ke bawah, berenang tidak
normal (menggosokkan tubuh ke jaring), berenang di permukaan, serta diam di
dasar jaring; (3). Tanda-tanda di luar tubuh yaitu perubahan warna tubuh, kurus
dan perut membengkak, bentuk tubuh tidak normal, luka, borok dan busuk, pendarahan
pada kulit dan sirip, banyak lendir pada insang, serta mata merah dan menonjol
keluar; (4). Tanda-tanda internal yaitu pendarahan pada organ dalam, berwarna
pucat dan membesar, terdapat cairan dalam rongga perut, pembesaran gelembung
renang, terdapat parasit internal, lambung dan usus kosong serta terdapat
bintik putih pada organ dalam.
Pengukuran parameter kualitas air (suhu, salinitas, pH,
oksigen terlarut, amoniak, phospat, dan lain-lain), dilakukan dengan
menggunakan peralatan kualitas air yang tersedia. Untuk parameter suhu,
salinitas, pH, oksigen terlarut digunakan peralatan kualitas air secara digital
dan beberapa test kid untuk parameter amoniak dan phospat. Frekuensi pengukuran
dilakukan minimum 2 kali seminggu.
Sumber: Petunjuk Teknis Budidaya Laut, Balai Budidaya Laut Ambon 2010
Kka sya mau tnya untuk pemberian dosis ikan teri yang berbeda pada ikan kuwe berpa?
BalasHapusSelamat malam pak.. sangat bagus betarti kita bisa belajar Budi daya ikan bubara pak.. itu bibit y di kantor di jual per ekor atau per kg pak? Ma KSH mohon pencerahan y..
BalasHapus