PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG
.
Strategi
Pengelolaan Perikanan Secara Lestari
Pengelolaan
langsung secara holistik dan
terintegrasi pada perikanan meliputi dua hal, pertama yaitu pengelolaan
ekosistem terumbu karang sebagai habitat ikan sejalan dengan pernyataan Parrish
(1980) bahwa pengaruh langsung yang harus dipertimbangkan dari aktivitas
eksploitasi terhadap stok ikan target adalah habitat fisik. Hal yang serupa
juga disarankan oleh Hobbs et al.
(2004) dalam Alpert (2004) tentang
pentingnya restorasi atau perbaikan ekologis yang secara khusus mengembalikan
keadaan yang lebih alami seperti keadaan semula-- dan kedua yaitu pengelolaan
sumberdaya ikan itu sendiri. Dengan kata lain, pengelolaan perikanan karang
merupakan bagian dari pengelolaan terumbu karang yang dipengaruhi oleh dua
manajemen yaitu manajemen perikanan dan manajemen konservasi. Sale (2002)
menyatakan bahwa kedua macam manajemen ini
dapat dijalankan secara sinergi, namun keduanya memiliki tujuan yang
berbeda dan sering dilakukan oleh agensi manajemen yang berbeda.
1.
Peraturan Mengenai Pengelolaan Terumbu Karang
Ada banyak peraturan perundangan yang terkait dengan
pengelolaan pantai, diantaranya adalah :
a. UUD 1945 Pasal 33 ayat 3
b. UU No.5 Tahun 1960 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Agraria
c. UU No.11 Tahun 1974 Tentang Perairan
d. UU No.9 Tahun 1985 Tentang Perikanan
e. UU No.5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya.
f. UU No.9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan
g. UU No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
h. UU No. 7 Tahun 2004 Tentang Sumber Daya Air
i.
UU No. 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintah Daerah
j.
U No. 33 Tahun 2004
Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
k. UU No.26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
l.
UU No 27 Tahun 2007
Tentang Pesisir dan kelautan
2. Penegakan Hukum
Salah satu hal yang sangat penting dalam pengelolaan
pantai adalah penegakkan hukum (law enforcement). Peraturan-perundangan
telah banyak diterbitkan. Tujuannya agar pengelolaan pantai dapat dilakukan
secara terpadu. Namun pada implementasi, sering peraturan dilanggar.
Pelanggaran tidak diikuti dengan sanksi maupun hukuman yang tegas, walaupun
sudah dinyatakan eksplisit dalam aturan. Pengawasan oleh pihak berwenang (lebih
dominan dari Pemerintah) tidak dilakukan.
Penegakan hukum perlu terus dilakukan dengan berbagai
cara dan upaya. Cara–cara dan upaya antara lain dapat berupa:
a. Sosialisasi peraturan perundangan yang berkaitan
dengan pengelolaan pantai kepada semua stakeholders.
b. Substansi tentang aturan dan sanksinya perlu
disosialisasikan lebih detail. Misalnya dengan cara pemasangan papan aturan dan
sanksi di tempat-tempat strategis.
c. Perlu shock therapy yaitu dengan misalnya
menerapkan sanksi, denda, atau hukuman maksimal dari aturan yang ada. Hal ini
dimaksudkan agar stakeholders menjadi jera dan mau mentaati aturan yang
berlaku.
d. Perlu lembaga pengawasan yang melekat pada instansi.
Lembaga ini berfungsi mengawasi pengelolaan pantai baik internal maupun
eksternal.
e. Karena isu-isu yang kompleks tersebut maka diperlukan
kolaborasi yang baik antara institusi penentu kuantitas dan kualitas air dengan
institusi penegakan hukum.
f. Implementasi penegakan hukum dilakukan dengan cara
bertahap
Dalam rangka pelaksanaan dan pengawasan pengelolaan
sumberdaya pesisir dan laut agar benar-benar terlaksana sebagai wujud law
enforcement, bisa dilakukan modifikasi
disesuaikan dengan kondisi dan potensi daerah, misalnya :
a. Identifikasi hukum adat serta revitalisasi lembaga
adat dan lokal yang berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumberdaya pesisir.
b. Peningkatan kesadaran, kemampuan, dan kepedulian
masyarakat pesisir terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan produk
hukum pengelolaan pesisir.
c. Peningkatan pengawasan, pengamanan dan penegakan hukum
di pesisir
3. Finansial
Dalam konsep dasar penilaian ekonomi (economic
valuation) sumberdaya alam, nilai sumberdaya terumbu
karang ditentukan oleh fungsi dari sumberdaya itu sendiri.
Nilai ekonomi atau total nilai ekonomi terumbu karang secara garis besar dapat dikelompokan menjadi dua
yaitu nilai penggunaan (use value) dan nilai intrinsik (non-use
value). Selanjutnya
dapat diuraikan bahwa nilai penggunaan (use value) dapat dibagi lagi
menjadi nilai penggunaan langsung (direct use), nilai penggunaan tidak
langsung (indirect use) dan nilai pilihan (option value).
a. Pengembalian Biaya dan Kebijakan Denda
Teknik penilaian manfaat, didasarkan pada kesediaan
konsumen membayar perbaikan atau kesediaan menerima kompensasi dengan adanya
kemunduran kualitas lingkungan dalam sistem alami serta kualitas lingkungan
sekitar. Manfaat dari suatu barang atau jasa mempunyai nilai yang sama dengan
kesediaan penduduk untuk membayarnya (willingness to pay (WTP)). Untuk
menilai lingkungan harus dilihat fungsi kerusakan marginal yang menunjukan
perubahan lingkungan. Pemikiran harus dalam kerangka yang luas karena diadakan
perubahan lingkungan terumbu karang akan banyak dampaknya terhadap masyarakat sekitar,
baik dampak fisik, dampak degradasi lingkungan, kualitas estetika.
Apabila ingin dilihat WTP (willingness to pay) dari
masyarakat maka akan dapat digambarkannya dalam kurva permintaan (demand) gabungan
antara beberapa permintaan merupakan total WTP.
b. Penilaian Investasi
Pemanfaatan terumbu karang yang berlebihan seperti
untuk pembuatan bahan pengawet jaring dan untuk keperluan lainnya oleh nelayan
secara berlebihan dan tidak teratur serta pengambilan oleh masyarakat tertentu
untuk dijual yang dilakukan secara berlebihan, telah berdampak pada kondisi terumbu
karang yang semakin menurun kualitasnya dan mengecil arealnya (rusak) yang
berdampak menurunnya kualitas sumberdaya pesisir secara umum termasuk
habitatnya.
4. Peran Institusi dan Pelaku dalam Pengelolaan Terumbu
Karang
Otonomi pengelolaan Kawasan Pantai dan sumber daya
alam yang membawa konsekuensi penyerahan seluruh tanggung jawab kepada
Pemerintah Kabupaten/Kota termasuk pendanaan, personalia, kelembagaan,
peraturan daerah dan prioritas kegiatan sesuai dengan kondisi lokal akan
menjadi basis dalam pengelolaan Kawasan Pantai dan sumber daya alam.
Penerapan Prinsip Keterpaduan Dalam Pengelolaan :
Keterpaduan antar sektor; b) Keterpaduan antar level
pemerintahan; c) Keterpaduan
ekosistem darat dan laut; d) Keterpaduan sains dan manajemen; e) Keterpaduan antar daerah/ negara.
a. Peran Pemerintah Pusat
Kewenangan Pemerintah mencakup kewenangan dalam bidang
politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan bidang lain. Dalam hal ini Kewenangan bidang lain yang
dimaksud, meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional, dan pembangunan
nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara
dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia,
pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis,
konservasi dan standardisasi nasional.
Kewenangan menteri dalam pengelolaan wilayah pesisir
menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, antara lain:
·
Memberikan HP-3 di
wilayah Perairan Pesisir lintas provinsi dan Kawasan Strategis Nasional
Tertentu
·
HP-3 di Kawasan
Strategis Nasional Tertentu
·
Perubahan status Zona
inti pada Kawasan Konservasi Perairan nasional
·
Ijin pemanfaatan
Pulau-Pulau Kecil yang menimbulkan dampak besar terhadap perubahan lingkungan
·
Perubahan status Zona
inti pada Kawasan Konservasi Perairan nasional
·
Melakukan
pendampingan terhadap Pemerintah Daerah dalam merumuskan dan melaksanakan
Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
·
Membentuk unit
pelaksana teknis pengelola Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan
kebutuhan
·
Mengkoordinasi
pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat nasional.
Jenis kegiatan yang dikoordinasikan sebagaimana
dimaksud diatas meliputi:
a) Penilaian setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap
sektor sesuai dengan perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau
Kecil terpadu;
b) Perencanaan sektor, daerah, dan dunia usaha yang
bersifat lintas provinsi dan kawasan tertentu;
c) Program akreditasi nasional;
d) Rekomendasi izin kegiatan sesuai dengan kewenangan
tiap-tiap instansi Pemerintah; serta
e) Penyediaan data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang bersifat lintas provinsi dan Kawasan
tertentu yang bertujuan strategis.
b. Peran Pemerintah Propinsi
Kewenangan propinsi sebagai daerah otonom sesuai dalam
Pasal 9 Ayat 1 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 mencakup kewenangan dalam
bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan
dalam bidang pemerintahan tertentu lainnya. Kewenangan bidang tertentu adalah
perencanaan dan pengendalian pembangunan secara makro, pelatihan bidang
tertentu, alokasi sumber daya manusia potensial, penelitian yang mencakup
wilayah Propinsi, pengelolaan pelabuhan regional, pengendalian lingkungan
hidup, promosi dagang dan budaya/ pariwisata, penanganan penyakit menular dan
hama tanaman dan perencanaan tata ruang Propinsi.
Kewenangan gubernur dalam pengelolaan wilayah pesisir
menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau
kecil, antara lain:
a)
Memberikan HP-3 di
wilayah Perairan Pesisir sampai dengan 12 (dua belas) mil laut diukur dari
garis pantai ke arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan, dan
Perairan Pesisir lintas kabupaten/kota.
b)
Mengkoordinasi
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada tingkat provinsi
c)
Mengatur penilaian
setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap Dinas otonom atau badan sesuai dengan
perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu Provinsi;
d)
Mengatur perencanaan
tiap-tiap instansi daerah, antar Kabupaten/kota, dan dunia usaha;
e)
Mengatur program
akreditasi skala provinsi;
f)
Mengatur rekomendasi
izin kegiatan sesuai dengan kewenangan instansi vertikal di daerah, dinas
otonom, atau badan daerah;
g)
Mengatur penyediaan
data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil di
provinsi
c. Peran Pemerintah Kabupaten/ Kota
Berdasarkan ketentuan pasal 11 Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999, kewenangan Daerah Kabupaten dan Daerah Kota yang mencakup
kewenangan pemerintah bidang layanan umum merupakan kewenangan yang wajib
dilaksanakan oleh Kabupaten/ Kota Kewenangan yang wajib dilaksanakan berupa
pengadaan sarana/prasarana umum yang menyangkut kepentingan masyarakat.
Kewenangan Bupati/ Walikota dalam pengelolaan wilayah
pesisir menurut UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan wilayah pesisir dan
pulau-pulau kecil, antara lain:
a)
Memberikan HP-3 di
wilayah Perairan Pesisir 1/3 (satu pertiga) dari wilayah kewenangan provinsi
b)
Mengatur penilaian
setiap usulan rencana kegiatan tiap-tiap pemangku kepentingan sesuai dengan
perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terpadu;
c)
Mengatur perencanaan
antar instansi, dunia usaha, dan masyarakat;
d)
Mengatur program
akreditasi skala kabupaten/kota;
e)
Mengatur rekomendasi
izin kegiatan sesuai dengan kewenangan tiap-tiap dinas otonom atau badan
daerah; serta
f)
Mengatur penyediaan
data dan informasi bagi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil skala
kabupaten/ kota.
d.
Peran Masyarakat
Dalam upaya pemberdayaan Masyarakat, Pemerintah dan
Pemerintah Daerah mewujudkan, menumbuhkan, dan meningkatkan kesadaran dan
tanggung jawab dalam (UU No.27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir
dan Pulau-pulau Kecil):
a)
Pengambilan
keputusan;
b)
Pelaksanaan
pengelolaan;
c)
Kemitraan antara
masyarakat, dunia usaha, dan Pemerintah/ Pemerintah Daerah;
d)
Pengembangan dan penerapan
kebijakan nasional di bidang lingkungan hidup;
e)
Pengembangan dan
penerapan upaya preventif dan proaktif untuk mencegah penurunan daya dukung dan
daya tampung wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil;
f)
Pemanfaatan dan
pengembangan teknologi yang ramah lingkungan;
g)
Penyediaan dan
penyebarluasan informasi lingkungan; serta
h) Pemberian penghargaan kepada orang yang berjasa di
bidang
pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Bentuk organisasi pemberdayaan masyarakat pesisir yang
dapat dikembangkan antara lain:
a)
PEMP (Pemberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir)
b)
COFISH (Coastal
Fisheries)
c)
Program Mitra Bahari
(Sea Grant Program)
d)
Siswasmas (Sistem
Pengawasan Masyarakat)
Peran masyarakat dapat ditingkatkan melalui pemupukan
jiwa bahari, pendidikan dan pelatihan kelautan dan organisasi dan kelembagaan
kelautan. Program pemberdayaan
masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah adalah dalam bentuk penetapan
rencana tindak antara lain:
a)
Identifikasi dan
klasifikasi lembaga keswadayaan masyarakat
b)
Analisis jaringan kemitraan
pemberdayaan antar lembaga keswadayaan masyarakat maupun dengan Pemerintah,
swasta, perguruan tinggi dan lembaga keagamaan
c)
Analisis kebijakan
dan atau peraturan daerah dalam kerangka demokratisasi pengelolaan pembangunan
d)
Penyusunan/
penyempurnaan kebijakan dan atau peraturan daerah dalam kerangka penguatan
kemitraan, partisipasi, dan demokratisasi Manajemen Kawasan Pantai
e)
Pengadaan manual
kemitraan dengan lembaga keswadayaan masyarakat dari daerah setempat maupun
dari luar daerah atau luar negeri
f)
Penguatan kemitraan
dengan lembaga keswadayaan masyarakat dalam Manajemen Kawasan Pantai
g)
Pembentukan/pengembangan
Forum sebagai wahana/jaringan dialog/kemitraan antar berbagai komponen pelaku
pembangunan
Sumber: Pusat Penyuluhan KP, Buku Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang
Komentar
Posting Komentar