Teknik Rehabibiltasii Terumbu Karang



TEKNIK REHABILITASI TERUMBU KARANG


A.   Indikator Keberhasilan

Setelah mempelajari materi pokok 2 mengenai rehabilitasi terumbu karang, peserta mampu melakukan rehabilitasi terumbu karang  dengan baik yang meliputi pemahaman berbagai ancaman terhadap terumbu karang dan teknik transplantasi karang.

B.   Materi
  1. Ancaman Terhadap Terumbu Karang
Menurut Suharsono (1996), penyebab kerusakan terumbu karang di Indonesia dibagi menjadi dua kategori besar, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Namun, faktor yang menyebabkan kerusakan terumbu karang terbesar diakibatkan oleh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

                 Dewasa ini ekosistem terumbu karang secara terus-menerus mendapat tekanan akibat dari berbagai aktivitas manusia serta adanya laju pertumbuhan penduduk yang tinggi yang membutuhkan berbagai sumberdaya guna memenuhi kebutuhan hidupnya yang dalam pemanfaatannya sering kali kurang memperhatikan kelestarian sumberdaya tersebut.
                     Secara umum berbagai aktivitas manusia yang dapat mengancam kelestarian ekosistem terumbu karang antara lain :
1.   Pengusahaan terumbu karang untuk kepentingan perdagangan ekspor.
2.  Pengambilan terumbu karang untuk kepentingan pembangunan gedung dan fondasi jalan raya.
3.    Pengusahaan dan pemanfaatan sponge (soft coral/bunga karang) untuk memenuhi industri spons yang bahan dasarnya diambil dari perairan karang.
4.  Penangkapan ikan dengan bahan-bahan terlarang, seperti bahan peledak, bahan beracun, arus listrik dan alat-alat tangkap yang dapat merusak sumberdaya terumbu karang.
5.    Tingkat pemanfaatan yang berlebihan/kurang terkendali yang dapat mengakibatkan terkurasnya sumberdaya terumbu karang.
6.  Aktivitas wisatawan (turisme) yang sering mengambil karang hidup dengan tujuan koleksi.

2. Rehabilitasi melalui Transplantasi Terumbu Karang


Transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk ditanamkan di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan untuk mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada (Harriott dan Fisk, 1988 dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2002).
Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi pilihan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Harriot dan Fisk, 1988 dalam Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut, 2002).
Dimasa mendatang transplantasi karang akan memiliki banyak kegunaan antara lain untuk melapisi bangunan-bangunan bawah laut sehingga lebih kokoh dan kuat, untuk menambah populasi spesies karang yang jarang atau terancam punah, dan untuk kebutuhan pengambilan karang hidup bagi hiasan akuarium.

Metode Transplantasi

Berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan oleh masyarakat, metode pelaksanaan transplantasi karang dapat dilakukan dengan berbagai model, saat ini yang sudah berkembang dan umumnya dilaksanakan adalah melalui metode yang menggunakan meja besi, jaring dan substrat sebagai media transplantasi, dan metode modifikasi penggabungan transplantasi karang sebagai sumber benih dengan terumbu buatan sebagai media tumbuh. Beberapa metode transplantasi yang telah dikembangkan seperti yang terdapat dalam Amaryllia (2003) adalah sebagai berikut :

1.   Teknik Transplantasi Juvenil
Teknik ini bertujuan untuk memperbanyak koloni karang dalam suatu terumbu. Pada teknik ini planula diperoleh dari koloni besar dengan menggunakan jala plankton lalu diletakkan dalam cawan petri yang dilubangi, kemudian planula tersebut diletakkan dalam akuarium berkapasitas 20 liter yang diberi aerasi. Satu cawan petri berisi sekitar 30 planula. Setelah 3 minggu planula akan menempel dan tumbuh menjadi polip primer. Polip primer tersebut akan ditranplantasikan pada lempeng PVC berukuran 50 cm x 50 cm dengan ketebalan 3 mm. Lempengan ini diletakkan secara horizontal pada kedalaman 7 m, 11 m, 15 m dan 17 m serta vertikal dengan kedalaman 6 m dan 14 m. Teknik transplantasi juvenil ini telah diuji coba pada Stylopora pistillata dan Dendronephthya hemprichi (Oren & Benayahu, 1997 dalam Amaryllia, 2003). 

2.   Teknik Transplantasi Fragmentasi

Teknik ini dilakukan dengan cara mematahkan skeleton karang hidup dan meletakkannya pada substrat baru. Teknik transplantasi fragmentasi ini dapat dibagi menjadi teknik fragmentasi terikat dan fragmentasi tidak terikat. Teknik fragmentasi terikat terbagi lagi menjadi fragmentasi karang keras dan fragmentasi karang lunak.
Teknik fragmentasi karang keras, bibit karang diperoleh dari koloni induk yang dipatahkan lalu dikumpulkan dalam suatu wadah dan dipindahkan ke lokasi transplantasi. Potongan karang tersebut diletakkan pada substrat buatan (gerabah, marmer atau semen) yang memiliki tonggak ditengahnya sebagai tempat pengikatan fragmen karang sehingga tidak mudah lepas. Substrat buatan tersebut telah lebih dahulu diikatkan pada rak besi berjaring (Sadarun, 1999). Sedangkan pada teknik fragmentasi karang lunak, bibit karang dipotong dengan 2 cara yaitu secara transversal-median dan transversal-basal. Pemotongan transversal-median dilakukan dengan memotong karang lunak mulai dari bagian atas kapitulum hingga bagian stalk (tidak sampai bagian basal). Untuk pemotongan secara tranversal dilakukan dengan cara memotong dari bagian atas kapitulum hingga ke bagian basal. Bentuk dan ukuran fragmen dari kedua cara pemotongan ini realtif sama. Fragmen karang lunak tersebut diletakkan pada substrat dengan menggunakan aquqglue atau diikatkan pada tonggak substrat dengan menggunakan tali nilon (Haris, 2001 dalam Amaryllia, 2003).
Teknik framgmentasi tidak terikat sangat baik digunakan pada habitat yang terlindung dengan tujuan untuk meningkatkan luas wilayah tutupan karang dan menyediakan habitat baru bagi ikan. Substrat yang digunakan dalam teknik ini adalah barren reef rubble. Bibit karang yang digunakan adalah fragmen karang bercabang berukuran 3-40 cm. Fragmen karang tersebut disebar di atas area pancang seluas 25 cm2 pada kedalaman 1 meter tanpa perlu adanya pengikatan fragmen karang pada substrat.

  1. Teknik Transplantasi Koloni
Teknik ini hampir sama dengan teknik fragmentasi tidak terikat, perbedaanya adalah pada teknik ini transplan yang digunakan adalah koloni utuh yang telah dikultur dari fragmen yang tersebar di 2 area reef flat dalam 2 tahun terakhir. Tranplantasi dilakukan pada 15 sisi laguna, dimana setiap sisi laguna ditranplantasikan 4 koloni karang. Koloni yang digunakan memiliki tinggi 37,3 cm dan diameter 49,3 cm. Teknik ini telah dilakukan di barat daya Puerto Rico dan Pohpei dengan menggunakan substrat barren reef rubble (Bowden-Kerby, 1997 dalam Amaryllia, 2003).

  1. Teknik Transplantasi Elektrolisis
Prinsip dari teknik ini adalah menggunakan lubang listrik (galvanic cell). Ion-ion kalsium dan magnesium yang berada di air laut dapat diendapkan dengan diberi cetakan endapan bahan kimia listrik murni. Ketika dihubungkan dengan arus listrik searah (DC power supply), mineral magnesium dan kalsium aka melapisi katoda sedangkan klorin dan oksigen akan melapisi anoda. Teknik ini merupakan kombinasi formasi substrat semi alami dengan tujuan memercepat fase pertama kolonisasi dengan menanamkan fragmen karang dalam jumlah besar dalam waktu singkat (Treek & Schuhmacher, 1997 dalam Amaryllia, 2003).
Dalam rangka menjaga kelestarian ekosistem terumbu karang di alam, maka kegiatan transplantasi karang pengambilan bibit di alam direkomendasikan 1 (satu) kali saja dan selanjutnya bibit dapat diperoleh dengan cara melaksanakan pembibitan dengan membuat kebun induk khusus untuk bibit transplantasi. Pengambilan bibit karang yang akan ditransplantasi diambil dari lokasi tempat lain atau yang berdekatan dengan lokasi tempat penempatan media transplantasi, tetapi harus mempunyai kedalaman yang sama dengan tempat yang ditransplantasikan. Bibit koloni karang yang dipilih dari karang keras yang bercabang dan karang lunak dengan memotong induk koloni karang dengan menggunakan alat pemotong karang. Sedangkan bibit karang massive menggunakan bibit karang minimal berukuran kurang lebih 7 cm, dikumpulkan pada suatu wadah untuk diangkut ke lokasi pelaksanaan transplantasi.

Substrat digunakan sebagai menempelkan bibit karang dengan cara mengikat potongan-potongan bibit karang sehingga kedudukannya stabil dan mudah monitoringnya. Dalam penempatannya di dasar perairan, substrat-substrat tersebut diikat atau dipasang pada meja transplantasi. Pengikatan bibit pada substrat sebaiknya dilakukan di dalam air, tetapi apabila dilakukan di permukaan air jangan terlalu lama dan umumnya berkisar antara 20-30 menit. Tali pengikat dapat menggunakan tali pancing atau klem plastik.

Pengangkutan bibit dilakukan di dalam air dan dilaksanakan secara hati-hati dan selanjutnya bibit karang ini diletakkan pada substrat yang ada. Beberapa cara transportasi bibit karang berdasarkan lokasi pengambilan bibit adalah sebagai berikut :
1. Jarak Dekat
Untuk lokasi kegiatan penempatan karang transplatasi yang dekat dengan tempat bibit, kurang lebih radius 20 m, sebaiknya bibit dikumpulkan dalam ember yang bagian bawahnya berlobang. Tumpukan karang dalam ember maksimal 2 lapis tiap tumpukan untuk menghindari kerusakan polyp karangnya, selanjutnya ember tersebut ditarik di dalam air menuju lokasi penempatan bibit.

2. Jarak Menengah
Untuk lokasi lebih dari 20 m atau yang memakan waktu 1 jam perjalanan menggunakan perahu, bibit dimasukkan ke dalam ember yang berisi air laut sebanyak 2 (dua) lapis tumpukan. Selama dalam perjalanan menuju lokasi penempatan, ember tersebut harus dijaga agar terhindar dari sinar matahari langsung dan tetesan air hujan/air tawar, yang dapat mematikan polyp karang.

3. Jarak Jauh
Untuk pengangkutan jarak jauh, sebaiknya bibit diambil dalam bentuk koloni, dibungkus dalam plastik yang berisi air laut dan oksigen seperti mengangkut ikan, kemudian disimpan dalam wadah box styrofoam berukuran 50 x 40 x 30 cm. Setelah itu diberi es batu agar metabolisme bibit karang agak menurun, sehingga lebih dapat meningkatkan daya tahan hidup dari bibit tersebut.

Sumber:  Pusat Penyuluhan KP, Buku Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip Pengemasan Produk Berbahan Nabati dan Hewani

Mengenal Ikan Betutu