TEKNOLOGI PRODUKSI MAGOT SOLUSI KELANGKAAN PAKAN IKAN DAN TERNAK
TEKNOLOGI
PRODUKSI MAGOT
SOLUSI KELANGKAAN
PAKAN IKAN DAN TERNAK
Kelangkaan sumber protein pakan ikan dan ternak telah mengghantarkan
industri ini masuk kedalam kondisi yang sulit berkembang, situasi ini tentu
berdampak pada sumber protein manusia atau lebih sering kita kenal dengan
istilah ketahanan pangan. Krisis tepung ikan secara
global sebagai akibat dari overfishing, telah berdampak signifikan pada lonjakan
harga tepung ikan di seluruh dunia termasuk di Indonesia, sehingga beberapa
industri mulai sulit untuk menjalankan usahanya. Oleh karena itu upaya untuk
mendapatkan sumber protein alternatif menjadi hal yang sangat penting untuk
dilakukan saat ini.
Disisi lain sumber protein (nutrient)
masih banyak tersimpan (locked) dalam timbunan sampah organik (food
waste). Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk tentu jumlah food
waste yang dihasilkan juga semakin bertambah. Teknologi
Biokonversi hadir untuk menciptakan siklus nurien (nutrient cycle)
baru dalam rantai nutrisi, dimana nutrien yang masih tersimpan dalam food
waste tersebut dikonversi menjadi nutrien baru yang dapat
dimanfaatkan oleh ikan dan ternak.
Magot merupakan agen biokonversi food
waste, yang dikembangkan oleh peneliti KKP, teknologi tersebut
mendapatkan Hak Paten secara Internasional pada tahun 2009 dengan judul
“Production of Live Insect “Mini-Larvae” and Use Thereof for Feeding Aquarium
Fish, Alevins of Farm Fish and Pets (PCT/FR2009/050592) dan Paten Nasional
(terdaftar) pada tahun 2017 dengan judul “Metode Kultur Larva Black Soldier Fly
(BSF) untuk Agen Biokonversi Sampah Organik dan Pakan Ikan”. Kedua paten
tersebut memanfaatkan limbah organik sebagai media produksi magot untuk
mendapatkan pakan ikan alternatif.
Magot hasil proses biokonversi ini memiliki kandungan nutrisi yang
sangat baik yaitu protein 40-48%, lemak 25-33%, dan memberikan respon yang
positif untuk pertumbuhan, kesehatan dan kematangan gonad induk ikan. Residu
produksi magot juga memiliki nilai yang cukup penting yaitu pupuk organik, yang
sangat bermanfaat bagi sektor pertanian. Tentu kegiatan biokonversi ini dapat
membuka lapangan kerja baru yang terintegrasi antara perikanan, pertanian dan
industri makanan.
Satu ton food waste dapat didegradasi oleh mini-magot sehingga
menghasilkan 100-120 kg magot dan 80-100 kg pupuk organik,dengan menggunakan
are seluas 10 m2 selama kurang lebih 2-3
pekan. Apabila sebuah kota memiliki food wase 100 ton/hari tentu ini bisa
menjadi sebuah kekuatan bisnis yang dapat menghidupkan kembali industri
budidaya ikan. Demikian juga by product industri makan, jika dimanfaatkan
melalui teknologi biokonversi tentu tidak akan merusak lingkungan atau
menimbulkan pencemaran namun menghasilkan sumber protein baru dan pupuk
organik.
Pilot project pengembangan magot dengan
menggunakan food waste telah dilakukan di Kota Depok, dengan
melibatkan peran aktif Dinas Kebersihan dan Pertamana kota Depok serta Unit
Pengolahan Sampah, magot yang diperoleh dipasarkan ke pembudidaya ikan hias
yang ada di sekitar kota Depok dan Bogor. Segmentasi konsumen produk
biokonversi ada beberapa tingkat diantaranya 1) pembudidaya ikan konsumsi dan
ikan hias, 2) peternak ayam dan bebek, 3)industri pakan berbasis magot dan 4) petani
sayur dan buahan.
Teknologi Biokonversi merupakan sebuah teknologi
yang sangat sederhana dan mudah diterapkan oleh masyarakat karena
bersifat low invesment. Rendahnya biaya inverstasi dan
bahan baku tersedia dalam jumlah berlimpah diharapkan dapat menghadirkan pakan
dengan harga terjangkau oleh pembudidaya dan berkualitas.
Sumber:
http://puslitbangkan.balitbangkp.kkp.go.id/2017/06/teknologi-produksi-magot-menjawab-tantangan-kelangkaan-pakan-ikan-dan-ternak/
Komentar
Posting Komentar