BAHAN ALTERNATIF/ALAMI PENGGANTI FORMALIN
BAHAN ALTERNATIF/ALAMI PENGGANTI
FORMALIN
Setelah kita mengetahui bahwa formalin sangat berbahaya bagi manusia apabila digunakan sebagai bahan pengawet makanan, maka kita perlu mengetahui alternatif pengganti dari formalin. Beberapa bahan yang aman digunakan sebagai bahan pengawet makanan (ikan) sebagai pengganti formalin adalah :
1. Chitosan
Bahan alami pengawet bahan makanan alternatif yang dibuat dari limbah udang dan rajungan yang telah ditemukan oleh Tim Riset Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Chitosan adalah produk turunan dari polimer chitin yakni produk samping (limbah) dari pengolahan industri perikanan khususnya udang dan rajungan. Uji aplikasi chitosan telah dilakukan oleh Institut Pertanian Bogor terhadap beberapa produk ikan asin, seperti teri dan cumi. Pengawetan dilakukan dengan cara mencelupkan produk beberapa saat pada chitosan yang dilarutkan dalam asam asetat.
Berdasarkan penelitian, chitosan lebih unggul daripada formalin dalam hal :
- Lebih aman
- Pada konsentrasi 1,5 % chitosan dapat menyamai formalin dengan indikasi lalat yang hinggap lebih sedikit, penampakan lebih baik dibandingkan dengan ikan asin dengan formalin maupun tanpa formalin
- Pada minggu ke-delapan setelah diawetkan, ikan asin cucut yang diolesi chitosan lebih
enak
- Lebih efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri
- Lebih ekonomis, (100 kg ikan asin hanya memerlukan satu liter chitosan dengan harga Rp. 12.000,- sedangkan untuk efek yang sama diperlukan formalin senilai Rp. 16.000,-)
2. Biji Picung/Kluwek/Kapayang
Alternatif kedua ini merupakan bumbu populer di dapur keluarga Indonesia. Biji picung merupakan tanaman dengan nama spesies Pangium edule REINW yang termasuk dalam Divisio : Spermatophyta dan Sub Divisio : Angiospermae.
Nama-nama lain dari biji picung (Sunda), Kluwek (Jawa), Hapesong (Batak), Kepayang (Bahasa Indonesia), Pangi (Bahasa Melayu, Bali, Bugis), Pucung (Jakarta), Kalowa (Sumbawa). Biji picung sudah digunakan untuk mengawetkan ikan di daerah Banten dan Pariaman. Umumnya ikan yang diawetkan dengan biji picung dapat bertahan sampai 6 hari.
Cara-cara mengawetkan dengan biji picung :
- Biji dicincang dan dijemur selama 2-3 hari
- Ikan laut yang baru ditangkap dibersihkan isi perutnya
- Setelah itu rongga perut ikan diisi dengan cincangan biji picung
Untuk pengangkutan jarak jauh, maka wadah/keranjang ikan dapat ditaburi dengan campuran cincangan biji picung dengan garam perbandingan 1 : 3 atau bisa juga dengan biji picung saja.
3. Asam Laktat yang Berasal dari Sayuran Kubis
Sayuran kubis ini dikenalkan oleh Dr. NL. Ida Sopied, MS, dari Jurusan Kimia FMIPA Institut 10 November (ITS) Surabaya. Pengawetan terhadap ikan segar dilakukan dengan cara merendam ikan dengan air yang dicampur dengan asam laktat.
Asam laktat dapat dibuat di rumah dari sayuran kubis yang dirajang halus dan ditempatkan dalam wadah kemudian didiamkan selama 2 hari. setelah 2 hari akan terdapat cairan dari proses pembusukan kubis. Cairan tersebut yang akan digunakan sebagai asam laktat. Dengan merendam ikan dalam cairan tersebut maka ikan akan tahan selama 12 jam. Hasilnya akan lebih baik lagi, bila dipinggiran wadahnya diberi sedikit es batu.
4. Asap Cair dari Tempurung Kelapa
Pengawetan ikan dengan tempurung kelapa ini ditemukan oleh Dr. AH. Bambang Setiadji, MSc, PHd, Dosen Fakultas Kimia MIPA Universitas Gajah Mada Yogyakarta. Asam cair yang dihasilkan dari tempurung kelapa yang digunakan untuk mengawetkan ikan berbentuk cairan yang berwarna bening, tidak keruh dan berwarna coklat. Meskipun masih mempunyai kendala dalam produksi antara lain mahalnya peralatan yang digunakan untuk memproduksi asap cair, namun asap cair mempunyai potensi sebagai pengganti formalin karena :
- Ekonomis (pengawetan 1000 ekor ikan bandeng memerlukan 1 liter asap cair seharga Rp. 6.000,- yang dicampur dengan 3 liter air)
- Aman
- Daya simpan ikan hingga 25 hari
- Telah diproduksi secara masal
Beberapa bahan pengganti formalin sudah ditemukan oleh beberapa ahli di Indonesia. Namun demikian, masih perlu mendapat perhatian karena bahan pengawet alternatif fornalin tersebut belum tersedia secara luas di pasaran. Kepraktisan penggunaan serta nilai ekonomis dari bahan alternatif formalin tersebut juga perlu disosialisasikan secara luas ke masyarakat.
Sumber:
Komentar
Posting Komentar