SUMBER : JURNAL TEKNOLOGI BUDIDAYA LAUT,
BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON
PENGARUH JENIS FITOPLANKTON TERHADAP PERTUMBUHAN
BALAI PERIKANAN BUDIDAYA LAUT AMBON
PENGARUH JENIS FITOPLANKTON TERHADAP PERTUMBUHAN
LARVA RAJUNGAN (Portunus pelagicus)
Marwa, Maureen M. Pattinasarany, La Darto
dan Sri Handayani
I. PENDAHULUAN
Larva rajungan dalam pertumbuhannya membutuhkan fitoplankton didalam media
pemeliharaannya karena selain untuk pakan larva secara langsung, fitoplankton
juga berfungsi untuk menyangga kualitas air dan pakan
zooplankton yang diberikan pada bak pemeliharaan larva sehingga kualitas nutrisi
zooplankton dapat dipertahankan. Cholik dkk.
(2005) menyatakan bahwa Fitoplankton yang digunakan
sebagai pakan larva rajungan adalah
Chlorella sp. dan Tetraselmis sp. Selain itu,
masih banyak jenis fitoplankton lain yang memenuhi syarat untuk dijadikan
sebagai jasad pakan larva, diantaranya adalah Isochrysis sp. dan Nanochloropsis sp. Tetapi, bagaimana
pengaruh fitoplankton-fitoplankton tersebut terhadap pertumbuhan larva rajungan
jika diberikan pada media pemeliharaannya.
Isnansetyo dan Kurniastuti (1995) menyatakan bahwa kegagalan pemeliharaan larva merupakan hal yang sering terjadi dan sebagian
besar penyebabnya adalah pakan yang digunakan kurang tepat. Akibatnya,
pertumbuhan larva menjadi lambat, tidak normal yang mengakibatkan kecacatan atau
bahkan kematian. Oleh karena itu, dilakukan perekayasaan untuk mengetahui bagaimana pengaruh fitoplankton terhadap
pertumbuhan dan perkembangan larva rajungan (Portunus pelagicus).
Berdasarkan permasalahan tersebut di atas maka tujuan perekayasaan
ini adalah:
§
Mengetahui pengaruh fitoplankton terhadap
pertumbuhan larva rajungan
§ Mengetahui jenis fitoplankton yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan morfologi larva rajungan.
II. MATERIAL DAN METODE
2.1 Waktu Dan
Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan selama 13 hari, bertempat di semi-outdoor pembenihan Balai Budidaya Laut Ambon.
2.2 Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam perekayasaan ini dapat dilihat
pada tabel 1.
Tabel 1. Daftar Peralatan
No.
|
Alat
|
Spesifikasi
|
Kegunaan
|
1
|
Aquarium
|
Vol. 100 Liter
|
Wadah pemeliharaan
Larva
|
2
|
Heater
|
Mempertahankan suhu
media pemeliharaan
|
|
3
|
Mikroskop + mikrometer
|
Olympus
Model HC-2
|
Pengamatan perkembangan
larva
|
4
|
Botol sampel
|
Plastik
|
Wadah sampel
|
5
|
Shelter
|
Waring Hitam
|
Tempat berlindung
|
6
|
Alat ukur kualitas air (hand Refraktometer,
thermometer, pH pen)
|
Mengukur kualitas air (salinitas, suhu, pH)
|
|
7
|
Peralatan Aerasi (Batu,
Kran, Pemberat, Selang dan instalasinya)
|
Suplay udara
|
|
8
|
Peralatan kerja (ember,
gayung, baskom, dll.)
|
plastik
|
Sarana pendukung
|
Bahan yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2. Daftar Bahan
No.
|
Bahan
|
Spesifikasi
|
Kegunaan
|
1
|
Larva Rajungan
|
Umur 1 hari
|
Bahan uji
|
2
|
Fitoplankton
|
Isochrysis sp.
Nannochloropsis sp.
Tetraselmis sp.
|
Sebagai pakan larva dan rotifer dalam bak pemeliharaan
|
3
|
Zooplankton
|
Rotifer
Naupli Artemia
|
Pakan larva
|
4
|
Formalin
|
10 %
|
Membunuh dan mengawetkan sampel
|
2.3 Metode
1.
Penebaran Larva
Aquarium diisi dengan air laut steril
sebanyak 80 liter. Kualitas
air diiatur dengan salinitas 30 ppt dan suhu 300C
dipertahankan dengan memasang heater. Larva yang baru menetas ditebar dengan kepadatan 50-60 ekor/liter.
2.
Pemeliharaan Larva
Selama 3 hari masa pemeliharaan, larva diberi pakan Rorifer dengan
kepadatan 10-15 ind/ml.
Setelah itu (hari ke-4) pakan yang diberi ditambahkan nauplii
artemia dengan kepadatan 3-5 ind/ml. Selama
pemeliharaan, sejak Z-I sampai Z-IV (8 hari) fitoplankton diberikan kedalam media pemeliharaan larva
rajungan dengan kepadatan
dipertahankan 4-5 x 104 sel/ml, dengan 3 perlakuan yaitu:
A1. Isochrysis sp.
A2. Nanochloropsis sp.
A3. Tetraselmis sp.
Setelah larva mencapai fase megalopa, dilakukan pemasangan shelter di dalam wadah pemeliharaan. Pergantian air dilakukan mulai
hari ke-3 sebanyak 10 % kemudian meningkat pada stadia berikutnya hingga mencapai
100% pada crablet.
Sampel larva
rajungan diperoleh dengan mencuplik secara acak di dalam aquarium sebanyak ±10
ekor. Sampel diambil setiap hari pada jam 11.00-11.30 dan diberi formalin. Selanjutnya dilakukan pengukuran panjang standar dibawah mikroskop.
3. Analisa Data
A. One Way ANOVA
Perekayasaan ini
menggunakan satuan percobaan yang seragam yaitu Rancangan Acak Lengkap (one-way ANOVA) untuk menguji hipotesis adanya pengaruh fitoplankton terhadap pertumbuhan larva rajungan (Khouw, 2009), yang diolah
dengan program EXEL.
B. Laju Pertumbuhan Relatif (Relative Growth Rate)
Khouw (2009) menyatakan bahwa jika
laju pertumbuhan dinyatakan dalam ukuran panjang mula-mula (Lt1), maka akan
diperoleh laju pertumbuhan relatif (Relative Growth Rate), formulanya adalah sebagai berikut :
Dimana : g = Laju Pertumbuhan Relatif
Lt1 = Panjang pada waktu t1 (mm)
Lt2 = Panjang pada waktu t2 (mm)
t1 = Waktu Pengukuran ke-1
t2 = Waktu Pengukuran ke-2
C. Laju Pertumbuhan Seketika
Pertumbuhan seketika dapat digunakan untuk memperoleh tingkat pertumbuhan
yang digunakan untuk tujuan diskripsi atau pembanding, tapi tidak untuk
prediksi (Fuiman and Werner, 2002). Persamaannya adalah sebagai berikut :
Lt = L0 . e G( t –
to)
|
Dimana : Lt = Panjang larva pada waktu t (mm)
L0 = Panjang larva saat menetas (mm)
G = Laju pertumbuhan seketika (mm/hari)
t = Waktu (hari)
Selama periode pertumbuhan berlangsung dengan cepat, model eksponensial
lebih sesuai untuk menghitung pertambahan ukuran sebenarnya dan dalam peiode
waktu yang singkat (Dt).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Larva adalah salah satu fase dalam perkembangan organisme yang mempunyai bentuk
tidak sempurna sebelum mengalami metamorfosis. Dimana selama metamorfosis
terjadi perubahan secara fisiologi dan morfologi sehingga pakan yang diberikan
harus sesuai dengan tahapan perubahan tersebut agar kebutuhan nutrisinya
terpenuhi dan pertumbuhan menjadi optimal karena jika pertumbuhan tidak terjadi
secara optimal terutama pada masa awal pemeliharaan larva maka dapat mengganggu
proses perkembangan organ tubuh yang mengakibatkan benih menjadi cacat dan
bahkan dapat menyebabkan kematian.
Proses Metamorfosa larva rajungan yang dipelihara membutuhkan waktu selama 9-11
hari untuk berkembang melalui empat fase zoea sampai menjadi megalopa. Fase
megalopa ditandai dengan hilangnya duri pada bagian kepala yang mereduksi menjadi
cangkang kepala. Kordi (2007) menyatakan bahwa larva rajungan akan
berkembang melalui empat fase Zoea dan satu fase megalopa. Zoea I akan
berkembang ke Zoea II dalam waktu dua sampai tiga hari, sedangkan Zoea II, Zoea
III dan Zoea IV berturut-turut berkembang dalam selang waktu dua hari. berarti bahwa untuk mulai
mencapai fase megalopa membutuhkan waktu 9 hari.
Pada kegiatan ini, perubahan larva dari zoea
menjadi megalopa paling cepat terjadi pada larva yang diberi fitoplankton Tetraselmis sp. yaitu pada hari ke-9
kemudian diikuti secara berturut-turut oleh larva yang diberi fitoplankton Isochrysis sp. pada hari ke-10 dan Nannochloropsis sp. pada hari ke-11. Adanya perbedaaan waktu
tersebut sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan oleh larva. Menurut
Cholik, dkk. (2005), pada stadia larva dan PL rajungan merupakan pemakan
plankton baik phytoplankton maupun zooplankton. jadi fungsi fitoplankton yang
diberikan dalam media pemeliharaan larva rajungan selain sebagai peneduh,
penyanggah kualitas air, dan pakan zooplankton yang diberikan pada bak
pemeliharaan larva, fitoplankton juga berfungsi sebagai pakan larva secara
langsung.
Hasil yang diperoleh pada perekayasaan memperlihatkan proses metamorfosa dari megalopa
ke crablet mulai terjadi pada waktu dan ukuran panjang yang berbeda dimana, untuk
perlakuan Isochrysis sp. terjadi pada hari ke-11 pada saat larva mencapai panjang 2,64 mm, perlakuan Nannochloropsis
sp. terjadi pada
hari ke-12 saat panjang larva 2,65
mm dan Tetraselmis sp. pada hari ke-10 saat panjang 2,58 mm.
Hal ini menunjukkan bahwa larva rajungan mengalami proses metamorfosis yang
paling cepat pada perlakuan fitoplankton Tetraselmis sp.
Pertumbuhan larva rajungan yang diperoleh dari
perekayasaan ini membentuk persamaan
polinomial, dimana pada awalnya larva rajungan mengalami
pertambahan panjang standar tetapi saat
mencapai fase megalopa panjang standar larva rajungan mengalami penyusutan karena tubuh bagian belakang akan mereduksi
secara perlahan-lahan menjadi abdomen sehingga laju pertumbuhan yang terjadi
pada larva rajungan terbagi dua yaitu laju partambahan panjang standar dan laju
penyusutan panjang standar. Rata-rata Laju Pertambahan panjang relatif larva
rajungan saat mencapai fase megalopa
adalah 0,134 mm/hari pada perlakuan Isochrysis sp., 0,132 mm/hari pada perlakuan Nanochloropsis sp. dan 0,151 mm/hari untuk Tetraselmis sp., sedangkan laju penyusutan panjang
relatif pada perlakuan Isochrysis sp., Nanochloropsis sp. dan Tetraselmis sp. adalah 0,056 mm/hari, 0,060 mm/ml dan
0,062 mm/hari. Data untuk perhitungan
laju penyusutan relatif yang digunakan hanya 2 sampai 4 hari setelah larva
mencapai fase megalopa dan belum sampai
pada fase crablet karena pada hari ke-13 masa pemeliharaan, larva rajungan
mengalami kematian total dan diduga disebabkan oleh sifat kanibalisme yang
dimiliki oleh larva ketika mencapai fase megalopa dan hal ini terjadi pada
ketiga perlakuan. Walaupun demikian, berdasarkan
hasil analisis sidik ragam (P>0,05), pertumbuhan
relatif larva rajungan pada ketiga perlakuan
tidak berbeda.
Pertambahan panjang larva rajungan (fase Zoea sampai fase megalopa)
membentuk pola pertumbuhan dengan persamaan Lt = 0,7219e0,1382t pada perlakuan sp., Lt = 0,8087e0,1195t pada perlakuan Nannochloropsis
sp. dan Lt = 0,9663e0,1236t pada perlakuan Tetraselmis
sp.. Dengan demikian dapat dilihat laju pertumbuhan seketika (G) pada saat
terjadi pertambahan panjang standar larva rajungan yang dipelihara dengan
fitoplankton Isochrysis sp., Nannochloropsis sp. dan Tetraselmis sp. secara berturut-turut
adalah 0,1382 mm/hari, 0,1195 mm/hari dan 0,1236 mm/hari. Sedangkan penyusutan
panjang standar larva rajungan yang terjadi saat mulai memasuki fase crablet
diperoleh persamaan Lt = 2,8165e0,058t pada perlakuan Isochrysis
sp., Lt = 2,8203e0,062t pada perlakuan Nannochloropsis
sp., Lt = 2,824e0,072t pada perlakuan Tetraselmis
sp.. Hal ini menunjukkan bahwa laju pertumbuhan seketika (G) larva rajungan
pada saat terjadi penyusutan panjang standar (fase crablet) secara
berturut-turut untuk perlakuan Isochrysis sp., Nannochloropsis sp. dan Tetraselmis
sp. adalah 0,058 mm/hari, 0,062 mm/hari dan 0,072 mm/hari. Berdasarkan hasil
tersebut dapat diketahui bahwa larva yang mempunyai pertumbuhan relatif paling
cepat pada saat pertambahan panjang adalah larva yang diberi Isochrysis sp. yaitu 0,1382 mm/hari kemudian diikuti oleh Tetraselmis
sp. dan Nannochloropsis sp.
yaitu 0,1236 mm/hari dan 0,1195
mm/hari. Sedangkan larva yang paling
cepat berkembang menjadi juvenil kepiting rajungan adalah larva yang diberi
fitoplankton Tetraselmis sp. karena
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fase megalopa lebih cepat dan
mempunyai laju penyusutan panjang relatif yang paling besar sehingga perubahan menjadi crablet dapat
berlangsung lebih cepat daripada perlakuan lainnya.
Adanya perbedaan laju pertumbuhan relatif
maupun seketika dari ketiga perlakuan diasumsikan karena perbedaan kandungan nutrisi, khususnya protein dan lemak
dari ketiga fitoplakton tersebut. Menurut Villages dan Mila de Pena (-)
dalam Isnansetyo dan Kurniastuti (1995),
fitoplankton Isochrysis sp.
mengandung Protein 30,40% dan lemak
16,00%; Nannochloropsis sp.
mengandung Protein 57,06% dan lemak 4,21%, sedangkan Tetraselmis sp. mengandung Protein
49,75% dan lemak 9,10%. Berdasarkan kandungan proteinnya, Nannochloropsis sp. mempunyai kandungan
protein yang paling tinggi sedangkan Isochrysis
sp. mempunyai kandungan protein paling rendah tapi paling banyak mengandung
lemak. Namun, larva rajungan yang beri Nannochloropsis sp. dan Isochrysis sp. mempunyai perkembangan morfologi yang lebih lambat dari pada larva yang
diberi Tetraselmis sp.
Protein
adalah unsur kunci yang diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan karena
protein berfungsi untuk membangun sel-sel, otot,dan jaringan tubuh terutama
pada fase larva, sehingga
sangat penting untuk kesempurnaan pembentukan organ-organ tubuh (Afrianto dan Liviawaty,
2005). Namun, selain membutuhkan protein untuk
pertumbuhan, organisme juga membutuhkan lemak sebagai sumber energi untuk
mendukung proses perkembangan tersebut, dan berdasarkan kandungan nutrisinya, Tetraselmis sp. mempunyai kandungan
protein yang lebih rendah dari pada Nannochloropsis
sp. tetapi Tetraselmis sp. mempunyai
kandungan lemak yang lebih tinggi dari pada Nannochloropsis
sp. Kandungan lemak yang tinggi dari Tetraselmis sp. diasumsikan
dapat meningkatkan keefektifan
penggunaan protein (protein sparing effect) sehingga protein yang
terkandung dalam Tetraselmis sp. benar-benar
digunakan untuk perkembangan organ tubuh larva rajungan dan digunakan untuk
pertumbuhan jika ada kelebihan protein, sedangkan untuk kebutuhan energi hanya
diambil dari lemak. Sedangkan Nannochloropsis
sp. mengandung protein yang tinggi namun karena kandungan lemaknya sedikit,
larva rajungan yang diberi Nannochloropsis
sp. menggunakan kelebihan protein untuk
memenuhi kebutuhan energi menggantikan lemak yang kurang. Sehingga kelebihan
protein yang terkandung dalam Nannochloropsis
sp. tidak seluruhnya digunakan untuk pertumbuhan tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan energi. sedangkan Isochrysis sp. mengandung
lemak yang banyak tetapi tidak dapat digunakan seluruhnya untuk pertumbuhan
larva rajungan karena setiap jenis organisme membutuhkan zat gizi dalam jumlah
kisaran optimal tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh organisme untuk memenuhi
kebutuhan nutrisinya. Sehingga jika ada kelebihan maka dapat saling
menggantikan (sparring effect) namun
jika tidak termanfaatkan, akan disimpan dalam bentuk cadangan atau dikeluarkan
dari dalam tubuh.
Secara kuantitas, Tetraselmis sp. mempunyai ukuran 8-18 µm, lebih
besar daripada Isochrysis sp. (3,5-4 µm) dan Nannochloropsis sp. (2-4 µm) sehingga jika diberikan dalam jumlah kepadatan yang sama, maka
Tetraselmis sp. secara kuantitas lebih
banyak dari pada kedua fitoplankton lainnya. Sehingga larva rajungan yang dipelihara dengan fitoplankton Tetraselmis sp. mempunyai perkembangan
morfologi yang lebih cepat daripada larva yang dipelihara dengan Nannochloropsis sp. ataupun Isochrysis sp.
IV. KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil yang di peroleh dari kegiatan perekayasaan ini, dapat
disimpulkan:
1.
Isochrysis sp., Nannochloropsis
sp. dan Tetraselmis sp. memberikan pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan larva rajungan.
2.
Tetraselmis sp. memberikan pengaruh yang lebih cepat terhadap pertumbuhan dan perkembangan morfologi larva rajungan
Setelah melakukan kegiatan ini, maka dapat disarankan dalam pemeliharaan larva rajungan, perlu dilakukan pengukuran kandungan
amoniak dan nitrit pada media pemeliharaan karena dapat menyebabkan kematian
massal.
DAFTAR
PUSTAKA
Afrianto, E. dan
Liviawaty, E., 2005. Pakan Ikan. Kanisius. Yogyakarta
Cholik, F. Jagatraya, A.G., Poernomo,
R.P. dan Jauzi, A. 2005. Akuakultur Tumpuan
Harapan Masa Depan Bangsa. PT. Victoria Kreasi Mandiri. Jakarta.
Fuiman, L.
A. and Werner R.G., 2002. Fishery Science The Unique Contributions of Early
life stages. Blackwell Science Ltd. Oxford.
Isnansetyo, A. dan Kurniastuti. 1995. Teknik Kultur Fitoplankton dan
Zooplankton. Pakan Alami Untuk embenihan Organisme Laut. Kanisius. Yogyakarta.
Khouw, A.S., 2009. Ekologi Kuantitatif Sumberdaya Perairan. Ambon. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir
dan Laut (P4L). Jakarta.
Kordi, M.G.H.,
2007. Rajungan, Biologi Pembenihan Pembesaran. Aneka Ilmu. Semarang.
Sumber : Balai Budidaya Laut Ambon
Komentar
Posting Komentar