TEKNOLOGI PRODUKSI TELUR IKAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) DI BALAI BUDIDAYA LAUT AMBON
Khabibbulloh,Rochman Subiyanto,Hamsah Amiruddin dan Narulitta
Ely
I.
PENDAHULUAN
Usaha
budidaya/pembesaran ikan kerapu sunu (P.
leopardus) di Indonesia belum berkembang dengan baik seperti halnya jenis
kerapu yang lain. Hal ini disebabkan pasokan benih untuk kegiatan pembesaran
masih sangat terbatas dan umumnya masih bergantung pada benih hasil tangkapan
nelayan di alam. Untuk mengatasi permasalahan ini maka perlu upaya pembenihan
secara berkelanjutan.
Pembenihan ikan kerapu sunu di Indonesia masih terbatas pada beberapa
daerah tertentu antara lain Bali, Lampung dan Maluku. Khusus untuk daerah
Maluku pembenihan kerapu sunu yang berhasil memproduksi benih secara massal
masih terbatas oleh pihak swasta yang dikembangkan di daerah Dobo (Maluku
Tenggara). Sementara di Ambon (khusus Balai Budidaya Laut Ambon) kegiatan
pembenihan komoditas ini mulai dilakukan pada tahun 2008 dan pada tahun 2009
serta 2010 telah mampu menghasilkan induk matang gonad dan memijah sepanjang tahun.
Dari dua tahun kegiatan pembenihan tersebut Balai Budidaya Laut Ambon telah
mampu menghasilkan benih kerapu sunu akan tetapi sintasannya masih tergolong rendah.
Guna merealisasikan sasaran produksi benih yang ingin dicapai sebagai
alternatifnya maka dilakukan upaya penataan dan penyempurnaan kembali terutama
pada manajemen larva rearing yang telah ada.
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah untuk menghasilkan induk matang gonad dan memijah
dengan kualitas telur yang tinggi dan mengetahui teknologi pembenihan
ikan kerapu sunu (P. leopardus).
II. MATERIAL DAN METODE
2.1 Waktu
Dan Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Januari -
Desember 2011 di Balai Budidaya Laut Ambon.
2.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam
kegiatan ini antara lain :
·
Peralatan
aerasi (kran, batu, pemberat, slang dan instalasinya)
·
Selang
kanvas diameter ¾”
·
Scop
net telur
·
Scop
net induk
·
Peralatan
kerja (Ember, gayung, dan lain-lain)
·
Bak
induk (kapasitas 300 m3)
·
Aquarium
(kapasitas 100 liter)
2.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam
kegiatan ini adalah :
·
Induk kerapu sunu
·
Telur kerapu sunu
·
Enrichment
·
Vitamin
·
Minyak cumi/ikan
|
·
Kaporit
·
Pakan rucah
·
Pakan cumi
·
Obat antiseptik
·
Obat bius/anestesia
|
2.4 Metode
A. Pengelolaan Induk Ikan Kerapu Sunu (P.
leopardus)
a. Pengelolaan Bak pemeliharaan Induk
Pembersihan/pencucian bak induk
dilakukan 2 kali per bulan yakni ketika menjelang bulan gelap (kwartal III
bulan Arab/Jawa) dan seminggu memasuki bulan terang (kwartal II bulan
Arab/Jawa). Proses pembersihan bak ini dilakukan dengan menggunakan kaporit
dosis 100 -150 ppm.
b. Seleksi Induk
Induk yang digunakan berjumlah 91 ekor
(352,8 kg) yang merupakan hasil pengadaan induk tahun 2007, 2008 dan 2009.
Induk-induk kerapu sunu ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di alam dan
setelah melalui proses karantina selama 1 – 2 minggu sudah dapat beradaptasi
dengan baik pada kondisi lingkungan budidaya. Selain penampakan fisik, seleksi
induk juga dilakukan dengan cara penimbangan untuk mengetahui bobot tubuh (BW)
dan pengukuran panjang tubuh (TL) sehingga berdasarkan ukuran tersebut dapat
diketahui jumlah induk jantan dan betina yang digunakan dalam kegiatan ini.
c. Manajemen Pakan dan Vitamin
Pakan yang digunakan untuk induk ikan
kerapu sunu berupa ikan rucah dan cumi dengan perbandingan 2 : 1 Dosis pakan yang digunakan adalah sebesar 3 -
5 % dari total berat tubuh ikan. Frekuensi pemberian pakan adalah 1 kali sehari
dan diberikan pada waktu pagi atau sore hari.
Untuk mempercepat proses pematangan gonad,
pakan cumi diberikan tiap hari secara rutin terutama pada saat menjelang bulan
gelap (kwartal III bulan arab/jawa). Selain itu, untuk proses pematangan gonad
juga digunakan suplemen (Vitamin) antara lain Vitamin B, C, E dan multivitamin
dalam bentuk tablet/kapsul. Adapun manajemen pakan dan vitamin pada
pemeliharaan induk kerapu sunu di bak terkontrol dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel Manajemen Pakan dan Vitamin pada
Pemeliharaan Induk Kerapu Sunu
No
|
Jenis
pakan dan Vitamin
|
Keterangan
|
1
|
Pakan rucah
|
Diberikan setiap hari
|
2
|
Pakan cumi
|
Diberikan 4 kali/minggu
|
3
|
Vitamin C
|
50 - 100 mg/ekor induk
|
4
|
Vitamin B
|
50 - 100 mg/ekor induk
|
5
|
Vitamin E
|
100 - 200 mg/ekor induk
|
6
|
Multivitamin
|
150 - 300 mg/ekor induk
|
Agar dapat lebih memaksimalkan proses
pematangan gonad, maka dilakukan proses penjemuran induk (manipulasi
lingkungan) dengan sistem air mengalir dengan kedalaman air pada saat tersebut
adalah 100 cm dan berlangsung selama ± 2 - 3 jam.
d. Pengecekan Kematangan Gonad
Pengecekan kematangan gonad dilakukan
selain secara visual yakni melalui perubahan tingkah laku atau perubahan
kondisi tubuh terutama pada bagian abdomen, pengecekan kematangan gonad juga
dapat dilakukan melalui cara kanulasi untuk induk betina yakni dengan jalan
memasukkan selang kanula dengan diameter 0,8 – 1 mm kedalam lubang genital
sedalam 4 -6 cm lalu dihisap dan dicabut
secara perlahan-lahan. Untuk induk jantan dilakukan dengan metode
striping yaitu mengurut bagian perut kearah lubang genital yang dilakukan
secara perlahan-lahan. Kegiatan ini dilakukan pada saat seminggu sebelum musim
pemijahan berlangsung.
e. Pemijahan
Pemijahan induk kerapu sunu
berlangsung secara alamiah yakni saat bulan gelap tiba. Dalam pemijahan ini
diupayakan ratio (perbandingan) antara induk jantan dan induk betina adalah 1:1
atau 1: 2. Pemijahan dilakukan bila induk telah siap memijah dengan salah satu
indikator yaitu induk betina memiliki telur dengan ukuran > 300 µm dan induk
jantan sperma cukup kental serta berwarna putih kekuningan. Teknik pemijahan dilakukan
dengan sistem manipulasi lingkungan yang dilakukan dengan cara
penurunan/pembuangan air hingga mencapai kedalaman air sekitar 50-100 cm dari
dasar bak dan dilanjutkan dengan penjemuran induk selama 2 – 3 jam. Selama
proses penjemuran, air dibiarkan mengalir secara terus menerus. Pada sore
hingga menjelang malam hari permukaan air dinaikkan kembali sampai mencapai
batas ketinggian air maksimum (bak penuh).
f. Pengelolaan Air Bak Induk
Agar kualitas air dalam bak induk
tetap terjamin, maka dilakukan sistem
sirkulasi air sebesar ± 200 - 300 % per hari dan berlangsung selama 24 jam.
Sistem sirkulasi ini dilakukan dengan penggunaan pipa 4 inch pada pipa inlet 4 inch
pada pipa pembuangan tengah. Pembuangan air bak induk dilakukan setiap kali
selesai pemberian pakan. Jangka waktu pembuangan/penurunan air bak berlangsung
selama ± 4 – 6 jam.
g. Pencegahan Terhadap Serangan Penyakit
Sebagai tindakan preventif
(pencegahan), induk kerapu sunu direndam dalam air tawar selama ± 2 - 5 menit
dan larutan acriflavin selama ± 1 jam. Tindakan perendaman ini ditujukan untuk
melepaskan atau memutuskan siklus hidup parasit yang menempel pada tubuh induk,
terutama yang menempel pada bagian kulit, sirip dan insang. Apabila terdapat
jenis parasit yang sukar diatasi dengan penggunaan air tawar maka dilakukan
perendaman dengan larutan formalin dosis 100 – 150 ppm selama ± 1 jam.
Induk-induk yang mengalami luka akibat serangan organisme parasit harus segera
diobati dengan menggunakan obat antiseptik. Akan tetapi apabila induk mengalami
luka atau sakit yang cukup parah maka dilakukan proses karantina dan diserahkan
langsung pada bagian pengendali hama dan penyakit ikan.
h. Pemasangan shelter/cover bak
Di atas bak induk dipasang shelter yang terbuat dari bahan jaring
polyethylene meshsize 2 inchi. Pemasangan shelter
ini selain ditujukan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke
dalam bak induk atau bertindak sebagai peneduh juga ditujukan untuk mencegah
induk loncat keluar bak induk.
B. Penanganan Telur Ikan Kerapu Sunu
Panen telur dilakukan dengan cara
mengalirkan air dari bak pemijahan ke dalam saringan panen (kolektor) telur
berukuran 400 mikron yang dipasang pada bak panen telur, setelah telur
terkumpul, kemudian telur dipanen dengan menggunakan scoop net telur yang berukuran 300 - 400 mikron dan dimasukan ke dalam
wadah akuarium untuk diseleksi.
Seleksi telur dilakukan dengan cara mengangkat
aerasi selama ± 5 menit. Telur yang terbuahi berwarna bening dan transparan,
melayang atau mengapung di permukaan air. Telur hasil pemijahan yang akan
ditetaskan harus dipisahkan terlebih dahulu dari kotoran dengan menggunakan
saringan berukuran 1 mm. Setelah itu telur didiamkan agar telur yang terbuahi
dan yang tidak terbuahi akan segera terpisah. Telur yang tidak terbuahi akan
mengendap pada dasar wadah akuarium bersama dengan partikel kotoran dan
selanjutnya telur dan kotoran yang mengendap dikeluarkan dari dalam wadah
aquarium dengan cara disipon. Total jumlah telur hasil panen dihitung dengan
metode Volumetrik yaitu rerata telur hasil sampling (butir/ml) dikalikan dengan
vulome akuarium (ml).
III. HASIL DAN
PEMBAHASAN
3.1
Induk Kerapu Sunu
Induk kerapu Sunu (P. leopardus)
yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ini merupakan induk asli perairan
Maluku. Induk-induk ini berasal dari perairan Kab. Seram Bagian Barat (Desa Pulau
Osi, Tatinang dan Masika Jaya) dan perairan Kab. Maluku Tengah (Desa Liang).
Secara keseluruhan total jumlah induk yang digunakan dalam kegiatan ini
adalah sebanyak 80 ekor dan merupakan induk kerapu Sunu dari hasil kegiatan pembenihan
tahun 2008 dan 2009.
Induk-induk yang
didatangkan pada umumnya dalam kondisi baik (sehat). Pulau Osi dan Tatinang (Kabupaten Seram Bagian Barat) mempunyai
kontribusi yang besar dalam pengadaan induk kerapu sunu. Besarnya kontribusi
kedua daerah ini disebabkan karena dikedua dusun tersebut merupakan sentra dari
nelayan yang berprofesi sebagai nelayan tangkap ikan demersal (khususnya
kerapu) dimana mereka mempunyai keahlian khusus dalam hal menangkap jenis ikan
ini di alam.
3.2
Jenis Kelamin
Dari hasil seleksi/prediksi jenis
kelamin, induk yang digunakan dalam kegiatan ini terdiri dari 36 ekor berjenis
kelamin jantan (kisaran panjang 42 – 56 cm dan berat 2,4 – 3,2 kg), sedang yang
berjenis kelamin betina berjumlah 44 ekor ( kisaran panjang 30 - 51 cm dan
berat 0,9 - 2,8 kg), untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Kisaran Ukuran Panjang Tubuh Induk
Kerapu Sunu (P. leopardus)
Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
|
Jumlah
Induk
|
Panjang
(cm)
|
Berat
(kg)
|
(ekor)
|
|||
Jantan
|
36
|
42 - 56
|
2,4 – 3,2
|
Betina
|
44
|
30 - 51
|
0,9 - 2,8
|
Berdasarkan tabel di atas terlihat
bahwa meskipun induk telah berukuran besar, akan tetapi ternyata induk tersebut
masih berjenis kelamin betina. Demikian pun sebaliknya ada induk berukuran
kecil, akan tetapi induk tersebut telah berkelamin jantan. Hal ini menunjukkan
bahwa selain umur, perubahan jenis kelamin juga ditentukan oleh kondisi
populasi induk-induk tersebut didalam bak, yang mana jika populasi induk di
dalam bak sebagian besar betina maka kondisi ini akan memacu sebagian kecil
induk betina untuk mempercepat perubahan jenis kelamin menjadi jantan.
3.3
Pakan dan Vitamin
Selama kegiatan, pengelolaan induk
berlangsung, kesegaran pakan yang diberikan
selalu mendapat perhatian khusus dan diupayakan selalu dalam kondisi segar.
Jenis Pakan yang umum diberikan dan tersedia setiap bulan dipasaran adalah
pakan rucah dari jenis Momar/layang (Decapterus sp), Komu (Catsuwonus
sp) dan Julung-julung (Hemiramphus sp). Variasi menu pakan yang
beragam untuk setiap bulannya ditujukan untuk mempertinggi kualitas telur yang
akan dihasilkan karena kekurangan satu unsur nutrisi dari salah satu jenis
pakan mungkin dapat dilengkapi oleh jenis pakan yang lainnya dan hal ini sangat
penting untuk proses perkembangan dan pematangan gonad induk ikan kerapu Sunu.
Sedangkan jenis pakan cumi yang rutin diberikan untuk setiap bulannya adalah
dari jenis cumi bunga (Loligo spp) dan cumi batu (Sepia sp).
Mengenai jenis pakan diberikan pada induk ikan kerapu Sunu (P. leopardus)
dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel Jenis-jenis Pakan Rucah dan Cumi Yang
Diberikan Pada Induk Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus)
No
|
Jenis
Pakan
|
||
Nama
Lokal
|
Nama
Indonesia
|
Nama Latin
|
|
1
|
Momar
|
Layang
|
Decapterus sp
|
2
|
Komu
|
Catsuwonus
sp
|
|
3
|
Julung-julung
|
Hemiramphus sp
|
|
5
|
Tatari
|
Kembung
|
Rastrelliger
sp
|
7
|
Make
|
Sardin
|
Sardinella
sp
|
9
|
Kawalinya
|
Selar sp
|
|
10
|
Tuing-tuing
|
Ikan
terbang
|
Cheilopogon sp
|
11
|
Sontong
Batu
|
Sotong
|
Sepia sp
|
12
|
Sontong
bunga
|
cumi
|
Loligo sp
|
Selain pemberian pakan rucah dan cumi, guna
lebih memaksimalkan kegiatan manajemen induk ikan kerapu Sunu pada bak
terkontrol, maka induk juga diberikan suplemen (vitamin). Adapun jenis-jenis
vitamin (suplemen) tersebut terdiri dari Vitamin B, C, E dan multivitamin plus mineral dalam bentuk
tablet dan kapsul. Pemberian suplemen/vitamin ini ditujukan untuk lebih
melengkapi unsur-unsur nutrisi yang mungkin belum diperoleh dari pakan yang
diberikan. Pemberian vitamin B pada induk ditujukan untuk menambah nafsu makan,
vitamin C ditujukan untuk menambah daya tahan tubuh dan meningkatkan
fertilitas, vitamin E ditujukan untuk mempercepat proses pematangan gonad. Sedangkan pemberian multivitamin plus mineral
ditujukan untuk mempercepat proses metabolisma sel tubuh dan
merangsang/mempercepat pemijahan.
3.4
Kematangan Gonad dan Pemijahan
Dari hasil kegiatan manajemen induk yang
dilakukan terhadap induk-induk ikan kerapu sunu, terlihat bahwa setiap bulan
dijumpai adanya induk yang matang gonad baik induk-induk jantan maupun
induk-induk betina dan terjadi pemijahan dengan frekwensi pemijahan yang cukup
tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel
Jumlah dan Persentase Induk Matang Gonad, Frekwensi, Kwartal Bulan dan Jam
Pemijahan Induk Ikan Kerapu Sunu (P.
leopardus) Per Siklus Bulan Pemijahan
Bulan
|
Induk
Matang Gonad
|
Frekwensi
Pemijahan
(hari)
|
Kwartal
Bulan
|
Jam
Pemijahan
|
|
Jantan
(ekor)
|
Betina
(ekor)
|
||||
Jan
|
12
|
18
|
20
|
I, II dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Feb
|
20
|
23
|
19
|
I, II dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Mar
|
23
|
28
|
23
|
I, II, III dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Apr
|
15
|
18
|
19
|
I, II dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Mei
|
15
|
22
|
27
|
I, II, III dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Juni
|
12
|
15
|
20
|
I, II dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Juli
|
16
|
20
|
23
|
I, II, III dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Agst
|
14
|
17
|
21
|
I, II dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Sept
|
12
|
13
|
23
|
I, II, III dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Okt
|
16
|
19
|
26
|
I, II, III dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Nop
|
14
|
15
|
27
|
I, II, III dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Des
|
15
|
18
|
25
|
I, II, III dan IV
|
03.00 - 05.30
|
Berdasarkan tabel diatas, terlihat
bahwa jumlah induk matang gonad tertinggi dijumpai pada siklus pemijahan bulan
Maret yakni sebanyak 23 ekor (jantan) dan 28 ekor (betina), kemudian diikuti
oleh siklus pemijahan bulan Februari yakni sebanyak 17 ekor (jantan) dan 23
ekor (betina). Sedangkan Jumlah induk matang gonad terendah dijumpai pada
siklus pemijahan bulan September yakni sebanyak 12 ekor (jantan) dan 13 ekor
betina). Rendahnya jumlah induk yang matang gonad pada siklus pemijahan bulan
September diduga karena beberapa ekor induk memasuki masa istirahat sebelum
bereproduksi kembali.
Dari tabel juga terlihat bahwa
frekwensi pemijahan induk kerapu Sunu (P.
leopardus) selama kegiatan berlangsung berkisar antara 19 – 27 hari.
Frekwensi pemijahan tertinggi dijumpai pada siklus pemijahan bulan Mei dan
November yakni sebanyak 27 hari dan terendah dijumpai pada siklus pemijahan
bulan Februari dan April yakni sebanyak 19 hari. Tinggi atau rendahnya
frekwensi pemijahan sangat tergantung pada tingkat kematangan dan jumlah induk
yang matang gonad.
Selain itu, juga terlihat bahwa pemijahan induk kerapu Sunu (P. leopardus) berlangsung kemungkinan
tidak mengikuti pola pemijahan induk kerapu Sunu (P. leopardus) di alam karena pemijahan terjadi hampir setiap hari
yakni pada kwartal I, II, III dan IV bulan Arab/Jawa dengan waktu (jam)
pemijahan terjadi antara pukul 03.00 - 05.30 WIT.
3.5
Produksi Telur
Berdasarkan hasil panen telur yang
dilakukan selama 12 siklus pemijahan, dapat dikalkulasikan bahwa total jumlah
telur sebesar 624.100.000 butir. Jumlah telur
tertinggi dijumpai pada siklus pemijahan Maret yakni sebanyak 74.000.000 butir
dan kemudian diikuti oleh siklus pemijahan bulan Mei yakni sebanyak 65.600.000
butir. Jumlah telur terendah dijumpai pada siklus pemijahan bulan Juni yakni
sebanyak 32.800.000 butir. Tinggi atau rendahnya jumlah telur yang dihasilkan
selama siklus/musim pemijahan selain ditentukan oleh jumlah induk matang gonad,
juga ditentukan oleh ukuran induk yang matang gonad tersebut. Rendahnya jumlah telur pada siklus pemijahan
bulan Juni disebabkan oleh jumlah induk matang gonad cukup terbatas serta
sebagian besar induk memasuki masa istirahat bereproduksi dan membutuhkan waktu
tertentu untuk pembentukan sel-sel kelamin yang berperan dalam sistem
reproduksi.
3.4
Ukuran Diameter Telur, Oil Globule, Derajat Pembuahan (FR) dan
Derajat Penetasan (HR) Telur
Selama kegiatan berlangsung, dari 12 siklus bulan pemijahan induk kerapu Sunu,
ukuran diameter telur berkisar antara 700 – 840 mikron, dengan diameter oil
globule berkisar antara 150 – 180 mikron. Untuk jelasnya dapat dilihat pada
tabel berikut ini :
Tabel
Ukuran Diameter Telur dan oil globule
Telur Kerapu Sunu Selama 12 Siklus Bulan Pemijahan
Bulan
|
Diameter
Telur
|
Diameter
Kuning Telur
|
(µm)
|
(µm)
|
|
Januari
|
700-760
|
150-170
|
Februari
|
700-820
|
150-170
|
Maret
|
720-820
|
160-180
|
April
|
720-800
|
150-170
|
Mei
|
740-800
|
150-170
|
Juni
|
700-740
|
150-180
|
Juli
|
700-820
|
150-170
|
Agustus
|
740-780
|
150-170
|
September
|
720-840
|
150-170
|
Oktober
|
700-770
|
150-170
|
November
|
720-750
|
160-170
|
Desember
|
710-750
|
150-170
|
Pada setiap siklus pemijahan, Laju
Fertilisasi (FR) dan Laju Penetasan (HR) telur ikan kerapu Sunu selama kegiatan
digolongkan cukup tinggi dimana Laju Pembuahan telur (FR) berkisar antara 70-85
% sedang Laju Penetasan telur (HR) berkisar antara 79-93 %. Untuk jelasnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel
Derajat Pembuahan Telur (FR) dan Derajat Penetasan Telur (HR) Telur Selama 10
Siklus Pemijahan
Bulan
|
Fertilization
Rate (FR) (%)
|
Hatching
Rate (HR) (%)
|
Januari
|
81
|
86
|
Februari
|
85
|
93
|
Maret
|
74
|
79
|
April
|
76
|
82
|
Mei
|
80
|
81
|
Juni
|
72
|
80
|
Juli
|
75
|
77
|
Agustus
|
71
|
81
|
September
|
70
|
83
|
Oktober
|
76
|
90
|
November
|
78
|
79
|
Desember
|
81
|
92
|
Berdasarkan tabel di atas terlihat
bahwa derajat pembuahan (FR) tertinggi dijumpai pada pemijahan bulan Februari
dan terendah dijumpai pada pemijahan bulan September. Tingginya nilai FR pada
pemijahan bulan Februari tersebut diduga akibat rasio perbandingan jantan dan
betina cukup ideal sehingga peluang pembuahan telur menjadi cukup tinggi.
Sedang rendahnya FR pada pemijahan bulan September diduga disebabkan kualitas
sperma dari sebagian induk jantan yang dilepaskan saat mijah mungkin masih
rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, dari hasil uji daya
tetas telur (HR) selama 12 bulan pemijahan, terlihat bahwa Laju Penetasan/daya
tetas telur (HR) berkisar antara 79-93 %. Laju Penetasan (HR) telur
tertinggi dijumpai pada pemijahan bulan Februari yaitu sebesar 93 % sedang terendah dijumpai pada pemijahan
bulan Juli yaitu sebesar 77 %.
3.5
Penebaran dan Restocking Telur Kerapu Sunu
Selama kegiatan
pembenihan berlangsung, setiap bulannya dilakukan penebaran telur pada bak-bak
larva yang ada. Namun sebagian besar telur yang dihasilkan pada setiap bulan
pemijahan di restocking ke alam.
Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel Penebaran dan Restocking Telur
Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus)
Selama 12 Bulan Pemijahan Induk
Bulan Pemijahan
|
Tebar
|
Restocking
|
(butir)
|
(butir)
|
|
Januari
|
200.000
|
51.700.000
|
Februari
|
400.000
|
60.300.000
|
Maret
|
150.000
|
73.850.000
|
April
|
200.000
|
48.100.000
|
Mei
|
300.000
|
65.300.000
|
Juni
|
200.000
|
32.600.000
|
Juli
|
250.000
|
56.250.000
|
Agustus
|
850.000
|
51.050.000
|
September
|
750.000
|
34.850.000
|
Oktober
|
950.000
|
53.250.000
|
November
|
1.000.000
|
49.100.000
|
Desember
|
400.000
|
42.100.000
|
Jumlah
|
5.650.000
|
618.450.000
|
Berdasarkan tabel di
atas terlihat bahwa dari total jumlah telur sebesar 624.100.000 butir, selama satu tahun kegiatan hanya 5.650.000 butir yang ditebar
pada bak-bak larva, sedang sebanyak 618.450.000
butir telur diantaranya di restocking
ke alam. Penebaran telur tertinggi dilakukan pada bulan Nopember yakni sebesar
1.000.000 butir yang ditebar pada bak kapasitas 6 m3 dan 30 m3,
sedang penebaran telur terendah dilakukan pada bak kapasitas 6 m3
yakni sebesar 200.000 butir.
3.6
Parameter Kualitas Air Bak Induk
Parameter kualitas air selama proses kegiatan
manajemen induk ikan kerapu Sunu (P. leopardus) secara umum kisaran
parameter suhu, salinitas, DO dan pH dapat dikatakan masih dalam kisaran
optimal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel
Rerata
Parameter Kualitas Air Bak Induk Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus) Dari Bulan Januari
– Desember 2011
Bulan
|
Parameter Kualitas Air
|
|||
Suhu (oC)
|
Salinitas (o/oo)
|
DO (ppm)
|
pH
|
|
Januari
|
29,8
|
33,4
|
5,59
|
8,07
|
Februari
|
29,8
|
33,4
|
5,65
|
8,15
|
Maret
|
29,9
|
33,2
|
5,69
|
8,15
|
April
|
29,8
|
33,0
|
5,65
|
8,09
|
Mei
|
28,6
|
32,5
|
5,36
|
8,02
|
Juni
|
27,9
|
33,1
|
5,02
|
7,93
|
Juli
|
27,1
|
33,4
|
5,07
|
8,05
|
Agustus
|
26,3
|
33,2
|
5,11
|
8,13
|
September
|
26,6
|
33,6
|
4,77
|
8,12
|
Oktober
|
28,6
|
33,5
|
4,78
|
8,16
|
Nopember
|
29,9
|
33,4
|
4,80
|
8,15
|
Desember
|
29,8
|
33,6
|
4,76
|
8,14
|
Berdasarkan tabel di
atas, terlihat bahwa selama 12 bulan kegiatan berlangsung, rata-rata parameter
suhu berkisar antara 26,3 – 29,9 oC ; Salinitas berkisar antara 32,5 - 33,6 ppt ; DO berkisar antara 4,76 –
5,69 ppm dan pH berkisar antara 7,93 – 8,16. Kisaran parameter suhu, salinitas,
pH dan DO sebagaimana yang terlihat pada tabel diatas semua masih dalam batas
kisaran yang optimal bagi kegiatan manajemen induk pada bak terkontrol.
3.7
Jenis Parasit Yang Menyerang Induk
Selama kegiatan manajemen induk, dijumpai
adanya serangan organisme penyakit (parasit) yang menyerang induk. Jenis
parasit yang dijumpai menyerang induk sepanjang tahun adalah dari jenis lintah (Hirudinea sp) dengan
prevalensi yang cukup tinggi yakni dapat mencapai 79 ind/ekor induk yang
terjadi pada bulan November. Jenis
parasit ini dapat menyerang induk meskipun setiap bulan telah dilakukan
pembersihan baik dengan melakukan perendaman induk dalam larutan formalin dosis
150 – 200 ppm ataupun pelepasan parasit dari tubuh induk secara manual, namun
karena air laut yang masuk kedalam bak induk tanpa melalui sistem filtrasi,
maka apabila di alam terjadi peledakan populasi jenis parasit ini, tentu dengan
mudah dapat menginfeksi dan menyebar pada induk-induk yang ada di dalam bak
pemeliharaan.
3.8
Kelangsungan Hidup dan Mortalitas
Induk
Selama 12 bulan
kegiatan pengelolaan induk dari 80 ekor induk yang digunakan dalam kegiatan
tersebut yang mampu bertahan hidup sampai dengan akhir Desember tahun 2011
adalah sebanyak 73 ekor (SR 91,25 %).
Kematian induk
kerapu Sunu sebagian besar disebabkan oleh masalah teknis. Total jumlah induk
yang mati selama kegiatan adalah sebanyak 7 ekor (Mortalitas 8,75 %). Total
jumlah induk yang mati selama kegiatan berlangsung dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel
Kematian Induk Kerapu Sunu (P. Leopardus) Selama Kegiatan Berlangsung
Bulan
|
Jenis
Kelamin
|
Ukuran
Tubuh
|
Penyebab
Kematian
|
|
Panjang
(cm)
|
Berat
(kg)
|
|||
Januari
|
Betina
|
52
|
2,6
|
Lompat
tersangkut jaring cover bak induk
|
Februari
|
Jantan
|
54
|
2,3
|
Tersedot
pipa pembuangan tengah
|
Maret
|
Betina
|
52
|
2,2
|
Hati
pucat dan gelembung renang bengkak
|
Betina
|
54
|
2,6
|
Stress
waktu perendaman dalam air tawar
|
|
Betina
|
45
|
1,3
|
Tersedot
pipa pembuangan tengah
|
|
Mei
|
Betina
|
50
|
2,4
|
Luka
pada sirip
|
November
|
Jantan
|
55
|
2,8
|
Stress
selama proses pelepasan lintah
|
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan
ini antara lain :
·
Kegiatan manajemen induk kerapu
Sunu (P. Leopardus) mampu
menghasilkan induk-induk matang gonad dan memijah sepanjang tahun dengan
frekwensi pemijahan yang tinggi.
·
Laju fertilisasi (FR) dan Laju Penetasan (HR)
telur pada setiap siklus pemijahan induk tergolong cukup tinggi
Sedangkan saran yang dapat diberikan adalah :
·
Perlu pengelolaan air yang berkesinambungan
baik dari segi kualitas maupun kuantitas baik pada pemeliharaan induk, larva
maupun benih kerapu Sunu (P. Leopardus).
·
Sumberdaya manusia mesti lebih ditingkatkan
lagi kemampuan dan kapasitasnya misalnya melalui kegiatan pelatihan khusus
tentang masalah penanganan larva dan benih kerapu Sunu (P. Leopardus) sehingga sasaran akhir kelangsungan hidup larva dan
benih yang diharapkan dapat segera terealisasikan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004.
Pembenihan Ikan Kerapu. Balai Budidaya Laut Lampung.Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Lampung.
Anonimous, 2004.
Petunjuk Teknis Budidaya Laut Ikan Kerapu, Ditjen Perikanan Budidaya,
Direktorat Pembudidayaan. Jakarta.
Cholik F.,
Jagatraya AG., Poernomo, Jauzi A., 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan
Bangsa., Masyarakat Perikanan Indonesia dan Taman Akuarium air Tawar. Jakarta.
Suwirya, K. A. Prijono, A. Hanafi, . Andamari, R. Melianawati, M. Marzuqi, K. Sugama, N. A.
Giri. 2006. Pedoman Teknis Pembenihan
Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus). Pusat Riset Perikanan Budidaya.
Badan Riset Perikanan dan Kelautan, Bali.
Ismi S., 2007.
Produksi Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus) Di Hatchery Skala
Rumah Tangga. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. Departemen Kelautan dan
Perikanan, Bali.
Komentar
Posting Komentar