Teknologi Perbenihan Teripang Pasir (Holothuria Scabra)

Teknologi Perbenihan Teripang Pasir (Holothuria Scabra)

Tujuan Dan Manfaat Penerapan Teknologi
Tujuan:
Mendukung produksi benih teripang pasir secara berkesinambungan bagi kegiatan budidaya, sehingga mengurangi eksploitasi teripang di alam yang semakin intensif. Selanjutnya teknologi perbenihan ini diterapkan di Balai-Balai benih binaan Direktorat Jenderal Budidaya Perikanan dan juga sebagai bahan bagi penyuluh terutama di beberapa kepulauan dan pulau terdepan di Indonesia.

Manfaat:
Sebagai pasok benih dalam mendukung program konservasi (sea ranching & stock enhancement) teripang di alam, pengembangan budidaya teripang skala masal secara berkesinambungan, memberikan alternatif pekerjaan dan penghasilan tambahan bagi pembudidaya teripang serta meningkatkan kegiatan ekonomi baik mikro maupun makro di bidang perikanan.

Rincian dan aplikasi teknis/persyaratan teknis yang dapat Dipertanggung jawabkan Persyaratan Teknis Penerapan Teknologi
1.              Bangunan perbenihan (hatchery) sebaiknya terletak di dekat pantai yang jauh dari pengaruh air sungai, mengingat pemijahan hingga pemeliharaan larva teripang pasir membutuhkan air laut. Ketersediaan sumber air tawar diperlukan untuk menjaga kebersihan peralatan dan wadah pemeliharaan larva, pakan alami dan lingkungan pemeliharaan. Disamping itu, harus tersedia listrik untuk mengoperasikan blower dan pompa air, serta sarana transportasi untuk pengangkutan induk serta bahan-bahan yang dibutuhkan untuk operasional.
2.              Kisaran kualitas air yang optimum untuk pemeliharaan induk dan larva teripang yaitu: suhu 27–30 °C, salinitas 30-34 ppt, pH air 7,5–8,6 dan oksigen terlarut > 5 mg/L.



Gambaran/uraian teknologi dan cara penerapan teknologi
Perbenihan dan pendederan teripang pasir akan terlaksana apabila tersedia sarana yang lengkap, yaitu bak pemeliharaan induk, bak larva, ruang dan bak kultur pakan alami, bak pendederan,  sarana aerasi dan fasilitas penunjang lainnya.

Rancang Bangun Wadah Pembenihan
Wadah untuk pembenihan teripang tidak memerlukan bentuk yang spesifik, namun untuk memudahkan dalam pengelolaan sebaiknya berbentuk empat persegi panjang. Bak pemeliharaan induk dan larva sebaiknya mempunyai ketinggian 0,7 m yang terbuat dari beton atau fiberglass.

Teknik transportasi induk teripang yang dilakukan sebelumnya adalah secara terbuka dengan menggunakan ember plastik yang diisi air laut sedikit tanpa dilengkapi aerasi atau diberi oksigen. Hal ini hanya efektif untuk pengangkutan teripang jarak dekat dengan 8jangka waktu yang singkat. Namun mengingat semakin sulitnya untuk mendapatkan induk dan bahkan harus mendatangkan dari luar pulau atau daerah lain, dibutuhkan waktu angkut yang lebih lama. Teknik pengangkutan terbuka tidak dapat diterapkan lagi. Perbaikan teknik transportasi telah dilakukan dengan cara menggunakan pasir yang telah dibasahi terlebih dahulu, dimasukkan kedalam plastik ukuran 30 x 50 cm dengan ketinggian pasir dalam plastik 6 cm agar induk dapat bersembunyi dalam pasir. Selanjutnya induk teripang dimasukkan sebanyak 1-2 ekor/kantong tergantung ukuran induk. Selanjutnya kantong plastik diisi dengan oksigen sebanyak 2 bagian dari tinggi pasir. Plastik yang telah berisi induk teripang, disusun dalam kotak kemas styrofoam berukuran 80 x 45 x 35 cm. Untuk mempertahankan suhu selama pengangkutan, kotak kemas diberi es batu dengan pembungkus kertas pada bagian sudut styrofoam. Langkah selanjutnya kotak styrofoam
ditutup dan direkatkan  dengan menggunakan pita lakban. Teknik transportasi induk teripang demikian bisa digunakan untuk perjalanan hingga 20 jam.
Pemeliharaan Induk Teripang pasir
Pemeliharaan induk teripang dilakukan dalam bak beton atau fiberglass berbentuk persegi dengan ukuran 1.0 x 0.7 x 0.5 m2. Bagian dasar bak dilapisi dengan pasir yang telah dicuci dengan air tawar setebal 10 cm sebagai substrat. Pakan yang digunakan dalam pemeliharaan induk teripang yaitu kumpulan diatom. Pemberian pakan 1 kali perhari dengan dosis 1%/ berat biomassa/hari. Penyiponan untuk membersihkan kotoran dan sisa pakan dilakukan setiap pagi. Pergantian air pada bak pemeliharaan diterapkan dengan sistem air mengalir yang debitnya 1 L/menit. Dalam mempertahankan kebersihan pasir dan menghindari kondisi anaerob pada pasir, dilakukan pencucian dengan sistem pembalikan pasir sambil disemprot dengan air laut seminggu sekali. Pencucian ini dilakukan setelah terlebih dahulu induk-induk teripang dipindahkan sementara ke bak penampungan.
Teknik Pemijahan Induk Teripang Pasir
Wadah pemijahan induk teripang yaitu bak fiberglass berukuran 200 L diisi air laut bersih sebanyak 180 L. Selanjutnya suhu air di dalam bak dinaikkan hingga 30ºC dengan menggunakan heater sebanyak 1 buah. Salah satu pemicu pemijahan induk teripang adalah kejutan suhu. Oleh karena itu induk-induk yang baru ditransportasikan dengan suhu rata-rata 26-27ºC sangat cocok untuk langsung dilakukan pemijahan. Sebelum dilakukan pemijahan harus dipastikan bahwa induk tidak dalam kondisi stres dan tidak ada luka (borok) pada tubuhnya. Selanjutnya induk dimasukkan ke dalam wadah pemijahan dengan jumlah minimal 20 ekor/bak dengan tujuan untuk memperbesar peluang diperoleh induk jantan dan betina yang matang gonad. Selanjutnya diamati tingkah laku pemijahan. Pemijahan akan terjadi dengan tanda-tanda induk jantan mengeluarkan sperma terlebih dahulu, selanjutnya diikuti oleh pemijahan induk betina. Pemijahan induk dapat dilakukan segera setelah transportasi atau induk-induk yang mengalami rematurasi dalam bak pemeliharaan induk.
Penanganan Telur dan Larva Teripang Pasir
Penanganan telur dilakukan setelah semua induk dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan induk, kemudian aerasi dihentikan beberapa saat agar semua kotoran akan mengendap. Telur pada lapisan permukaan dipanen dengan menggunakan saringan/seser plankton net berukuran mata jaring 30 μm. Telur dicuci air laut yang dialirkan secara perlahanlahan hingga telur bersih dan terpisah dari semua kotoran. Selanjutnya telur diamati di bawah mikroskop untuk melihat fertilitas dan perkembangan pembelahan sel. Telur-telur yang bersih ditempatkan di dalam bak fiberglas bulat volume 100-200 L untuk inkubasi, dilengkapi dengan heater dan aerasi. Masa inkubasi telur sekitar 32 jam pada suhu 29- 30oC dan akan menetas menjadi stadia auricularia yang bersifat planktonis. Stadia ini siap ditebar ke dalam bak pemeliharaan larva. Sebelum penebaran dilakukan sampling larva dilakukan untuk mengetahui daya tetas telur.
Fitoplankton Chaetoceros sp., adalah pakan awal larva teripang pasir. Kultur massal fitoplankton ini dimulai dari kultur murni volume 1 L, selanjutnya diperbesar pada volume air 15 L. Setelah tumbuh (2-3 hari) selanjutnya dikultur pada volume air 100- 200 L. Untuk kultur massal fitoplankton, air laut disterilisasi menggunakan khlorin dan dinetralkan terlebih dahulu dengan sodium thiosulfat. Jenis pupuk yang digunakan untuk menumbuhkan fitoplankton Chaetoceros sp. yaitu KNO3, Na2HPO4.12 H2O, Clewat-32, Fe-EDTA, NaSiO3 dan vit. B-12. Fitoplankton siap panen setelah dikultur 3-4 hari dengan kepadatan berkisar antara 1.000.000 - 1.500.000 sel/ml yang kemudian dituangkan ke dalam bak pemeliharaan larva.

Pemeliharaan larva dilakukan pada bak beton berukuran 1,9 x 2,9 x 0,7 m3 (3,85m3). Persiapan awal sebelum larva dipindahkan ke bak larva, bak pemeliharaan diisi air laut bersih yang telah melalui saringan pasir dan catridge filter (5 μm). Penyesuaian suhu dilakukan dengan menggunakan heater 4 buah untuk bak larva bervolume 2 m3.
Selanjutnya larva dipindahkan dengan sejumlah tertentu sehingga diperoleh kepadatan di dalam bak larva sebanyak 100 – 200 ind/L. Pakan alami berupa fitoplankton Chaetoceros sp hasil kultur masal dengan kepadatan 20.000 sel/ml diberikan sejak awal pemeliharaan larva. Penghitungan kepadatan plankton dilakukan setiap hari. Terjadinya peningkatan kepadatan fitoplankton tidak berpengaruh negatif terhadap larva teripang. Penambahan plankton perlu dilakukan jika kepadatannya kurang dari 20.000 sel/ml. Bak pemeliharaan larva sebaiknya menggunakan tutup yang terbuat dari terpal untuk menghindari fluktuasi suhu dan memberikan situasi gelap dalam bak pemeliharaan larva. Hal ini berhubungan
dengan sifat nocturnal teripang yang aktif mencari makan pada malam hari dan menyembunyikan diri pada siang hari. Pengamatan harian yang utama adalah faktor suhu, hal ini berkaitan dengan proses metamorfosis larva. Penurunan atau peningkatan suhu di luar suhu optimum maka perlu dilakukan pengaturan suhu heater yang sesuai. Selama pemeliharaan larva, kualitas air secara fisik dan kimiawi perlu dikelola agar memenuhi syarat untuk hidup larva. Pergantian air secara teratur dan pembersihan kotoran di dasar bak melalui penyiponan mengurangi bahan-bahan beracun yang terlarut akibat penguraian sisa-sisa pakan dan metabolisme larva. Pergantian air dilakukan mulai hari ke tiga yaitu sebanyak 25% dan selanjutnya setiap 2 hari sekali sampai panen. Hari ke-5 penebaran larva dilakukan penyiponan dasar untuk membuang plankton mati dan faeses di dasar bak. Pada saat penyiponan juga dilakukan pergantian air dengan sistem sirkulasi. Penyiponan dilakukan sebelum pemasangan shelter.
Pada umur 8-14 hari pemeliharaan, larva teripang berubah menjadi stadia doliolaria. Pada umumnya setelah larva umur 8 hari, dalam bak larva perlu diberi shelter dengan tujuan untuk memperluas penempelan larva. Khusus pada stadia ini, pengaturan kedalaman air perlu dilakukan karena stadia doliolaria akhir hingga pentactula akhir, larva sudah menempel sempurna. Kedalaman air dalam bak pemeliharaan larva sebaiknya disesuaikan dengan ukuran shelter yang digunakan. Memasuki hari ke-17 larva berubah menjadi stadia pentactula dan sudah bersifat benthis yang menempel di shelter, di dasar dan dinding bak pemeliharaan.

Pendederan benih teripang pasir
Pada pemeliharaan larva teripang hingga umur satu bulan, biasanya telah diperoleh juvenile yang mempunyai ukuran panjang 2-3 mm. Juvenil teripang pada ukuran tersebut telah siap memangsa pakan alami (benthos) yang tersedia di bak pendederan.
Wadah pendederan yang digunakan untuk pemeliharaan juvenil yaitu bak fiber dengan ukuran 2.0 x 1.5 x 0.7 m2. Bak pemeliharaan ini sebaiknya ditempatkan pada lokasi yang langsung terkena sinar matahari (outdoor). Menjelang 1 - 2 minggu sebelum juvenile dipanen, sebaiknya dipersiapkan bak pendederan dan telah dipasang jaring berbentuk segi empat ukuran 1.0 x 0.7 x 0.5 m2, yang terbuat dari kain kasa untuk menumbuhkan pakan alami (benthos). Kepadatan juvenil untuk setiap jaring sebanyak 500 individu ukuran 2-3 mm per jaring dan jumlah jaring dalam satu bak sebanyak 2 buah. Setelah 2 bulan pemeliharaan, benih dipanen dan dipelihara di bak yang sama hanya saja tanpa menggunakan jaring, sehingga benih ada di dasar bak. Kepadatan benih sebanyak1-2 ind./m2 agar pertumbuhan benih teripang lebih optimal. Pemberian pakan dilakukan dengan dosis sekitar 1 % dari berat biomas per hari. Penyiponan sebaiknya rutin dilakukan setiap hari dan dilakukan penerapan sistem air mengalir untuk menjaga kualitas air.
Pemeliharaan dilakukan hingga benih teripang mencapai ukuran 4-5 cm untuk selanjutnya benih teripang siap dibesarkan di laut dengan teknik jaring kurung tancap.
Penumbuhan Benthos
Benthos merupakan pakan alami induk dan benih teripang pasir selama di bak pendederan. Wadah yang digunakan untuk penumbuhan benthos yaitu bak beton ukuran 4x2x0,6 m2 sebanyak 7 buah yang dilengkapi dengan jaring segi empat ukuran 1 x 0.7 x 0.5 cm2 sebanyak 6 jaring/bak. Untuk menumbuhkan benthos, dilakukan pemupukan menggunakan pupuk TSP:ZA:Urea dengan perbandingan 1:1:1. Selama penumbuhan benthos, diterapkan sistem air mengalir dengan debit 1 L/menit. Dua minggu setelah pemupukan, benthos siap dipanen untuk pakan benih teripang dengan jumlah benthos setiap kali panen sebanyak 1,5-2,5 kg berat basah/bak. Setelah panen, kemudian dilakukan pemupukan kembali dan ini dilakukan secara kontinyu. Hasil analisis, jenis benthos yang tumbuh adalah fitoplankton dari kelas Diatoms dan famili Melosiraceace; Naviculaceae; Nitzschiaceae serta zooplankton dari famili Acartiidae.

Tim Penemu :
1. Ir. Sari Budi Moria Sembiring, M.Biotech
2. Ir. Jhon H. Hutapea, M.Sc.
3. Prof. Dr. Ketut Sugama M.Sc
4. Ir. Bambang Susanto, M.Si
5. Prof. Dr. N. Adiasmara Giri, MS
6. Prof. Dr. Haryanti, MS

Unit Kerja :
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Budidaya Laut Gondol

 Sumber : Buku Rekomendasi Teknologi  Kelautan dan Perikanan Tahun 2015
   Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan
   Kementerian Kelautan dan Perikanan


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip Pengemasan Produk Berbahan Nabati dan Hewani

Proses Pembuatan Nugget Ikan