TEKNOLOGI PRODUKSI TELUR IKAN KERAPU SUNU (Plectropomus leopardus) DI BALAI BUDIDAYA LAUT AMBON

Khabibbulloh,Rochman Subiyanto,Hamsah Amiruddin dan Narulitta Ely


I.      PENDAHULUAN
Usaha budidaya/pembesaran ikan kerapu sunu (P. leopardus) di Indonesia belum berkembang dengan baik seperti halnya jenis kerapu yang lain. Hal ini disebabkan pasokan benih untuk kegiatan pembesaran masih sangat terbatas dan umumnya masih bergantung pada benih hasil tangkapan nelayan di alam. Untuk mengatasi permasalahan ini maka perlu upaya pembenihan secara berkelanjutan.
Pembenihan ikan kerapu sunu di Indonesia masih terbatas pada beberapa daerah tertentu antara lain Bali, Lampung dan Maluku. Khusus untuk daerah Maluku pembenihan kerapu sunu yang berhasil memproduksi benih secara massal masih terbatas oleh pihak swasta yang dikembangkan di daerah Dobo (Maluku Tenggara). Sementara di Ambon (khusus Balai Budidaya Laut Ambon) kegiatan pembenihan komoditas ini mulai dilakukan pada tahun 2008 dan pada tahun 2009 serta 2010 telah mampu menghasilkan induk matang gonad dan memijah sepanjang tahun. Dari dua tahun kegiatan pembenihan tersebut Balai Budidaya Laut Ambon telah mampu menghasilkan benih kerapu sunu akan tetapi  sintasannya masih tergolong rendah.
Guna merealisasikan sasaran produksi benih yang ingin dicapai sebagai alternatifnya maka dilakukan upaya penataan dan penyempurnaan kembali terutama pada manajemen larva rearing yang telah ada.
Tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah untuk menghasilkan induk matang gonad dan memijah dengan kualitas telur yang tinggi dan mengetahui teknologi pembenihan ikan kerapu sunu (P. leopardus).

II.  MATERIAL DAN METODE
2.1 Waktu Dan Tempat
Kegiatan ini dilaksanakan pada bulan Januari - Desember 2011 di Balai Budidaya Laut Ambon.
2.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan ini antara lain :
·         Peralatan aerasi (kran, batu, pemberat, slang dan instalasinya)
·         Selang kanvas diameter ¾”
·         Scop net telur
·         Scop net induk
·         Peralatan kerja (Ember, gayung, dan lain-lain)
·         Bak induk (kapasitas 300 m3)
·         Aquarium (kapasitas 100 liter)
2.3 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam kegiatan ini adalah :
·         Induk kerapu sunu
·         Telur kerapu sunu
·         Enrichment
·         Vitamin
·         Minyak cumi/ikan
·         Kaporit
·         Pakan rucah
·         Pakan cumi
·         Obat antiseptik
·         Obat bius/anestesia

2.4 Metode
A. Pengelolaan Induk Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus)
a. Pengelolaan Bak pemeliharaan Induk
Pembersihan/pencucian bak induk dilakukan 2 kali per bulan yakni ketika menjelang bulan gelap (kwartal III bulan Arab/Jawa) dan seminggu memasuki bulan terang (kwartal II bulan Arab/Jawa). Proses pembersihan bak ini dilakukan dengan menggunakan kaporit dosis 100 -150 ppm.
b. Seleksi Induk
Induk yang digunakan berjumlah 91 ekor (352,8 kg) yang merupakan hasil pengadaan induk tahun 2007, 2008 dan 2009. Induk-induk kerapu sunu ini diperoleh dari hasil tangkapan nelayan di alam dan setelah melalui proses karantina selama 1 – 2 minggu sudah dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi lingkungan budidaya. Selain penampakan fisik, seleksi induk juga dilakukan dengan cara penimbangan untuk mengetahui bobot tubuh (BW) dan pengukuran panjang tubuh (TL) sehingga berdasarkan ukuran tersebut dapat diketahui jumlah induk jantan dan betina yang digunakan dalam kegiatan ini.
c. Manajemen Pakan dan Vitamin
Pakan yang digunakan untuk induk ikan kerapu sunu berupa ikan rucah dan cumi dengan perbandingan 2 : 1  Dosis pakan yang digunakan adalah sebesar 3 - 5 % dari total berat tubuh ikan. Frekuensi pemberian pakan adalah 1 kali sehari dan diberikan pada waktu pagi atau sore hari.
Untuk mempercepat proses pematangan gonad, pakan cumi diberikan tiap hari secara rutin terutama pada saat menjelang bulan gelap (kwartal III bulan arab/jawa). Selain itu, untuk proses pematangan gonad juga digunakan suplemen (Vitamin) antara lain Vitamin B, C, E dan multivitamin dalam bentuk tablet/kapsul. Adapun manajemen pakan dan vitamin pada pemeliharaan induk kerapu sunu di bak terkontrol dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel Manajemen Pakan dan Vitamin pada Pemeliharaan Induk Kerapu Sunu
No
Jenis pakan dan Vitamin
Keterangan
1
Pakan rucah
Diberikan setiap hari
2
Pakan cumi
Diberikan 4 kali/minggu
3
Vitamin C
50 - 100 mg/ekor induk
4
Vitamin B
50 - 100 mg/ekor induk
5
Vitamin E
100 - 200 mg/ekor induk
6
Multivitamin
150 - 300 mg/ekor induk

Agar dapat lebih memaksimalkan proses pematangan gonad, maka dilakukan proses penjemuran induk (manipulasi lingkungan) dengan sistem air mengalir dengan kedalaman air pada saat tersebut adalah 100 cm dan berlangsung selama ± 2 - 3 jam.
d. Pengecekan Kematangan Gonad
Pengecekan kematangan gonad dilakukan selain secara visual yakni melalui perubahan tingkah laku atau perubahan kondisi tubuh terutama pada bagian abdomen, pengecekan kematangan gonad juga dapat dilakukan melalui cara kanulasi untuk induk betina yakni dengan jalan memasukkan selang kanula dengan diameter 0,8 – 1 mm kedalam lubang genital sedalam 4 -6 cm lalu dihisap dan dicabut  secara perlahan-lahan. Untuk induk jantan dilakukan dengan metode striping yaitu mengurut bagian perut kearah lubang genital yang dilakukan secara perlahan-lahan. Kegiatan ini dilakukan pada saat seminggu sebelum musim pemijahan berlangsung.
e. Pemijahan
Pemijahan induk kerapu sunu berlangsung secara alamiah yakni saat bulan gelap tiba. Dalam pemijahan ini diupayakan ratio (perbandingan) antara induk jantan dan induk betina adalah 1:1 atau 1: 2. Pemijahan dilakukan bila induk telah siap memijah dengan salah satu indikator yaitu induk betina memiliki telur dengan ukuran > 300 µm dan induk jantan sperma cukup kental serta berwarna putih kekuningan. Teknik pemijahan dilakukan dengan sistem manipulasi lingkungan yang dilakukan dengan cara penurunan/pembuangan air hingga mencapai kedalaman air sekitar 50-100 cm dari dasar bak dan dilanjutkan dengan penjemuran induk selama 2 – 3 jam. Selama proses penjemuran, air dibiarkan mengalir secara terus menerus. Pada sore hingga menjelang malam hari permukaan air dinaikkan kembali sampai mencapai batas ketinggian air maksimum (bak penuh).
f. Pengelolaan Air Bak Induk
Agar kualitas air dalam bak induk tetap terjamin, maka  dilakukan sistem sirkulasi air sebesar ± 200 - 300 % per hari dan berlangsung selama 24 jam. Sistem sirkulasi ini dilakukan dengan penggunaan pipa 4 inch pada pipa inlet 4 inch pada pipa pembuangan tengah. Pembuangan air bak induk dilakukan setiap kali selesai pemberian pakan. Jangka waktu pembuangan/penurunan air bak berlangsung selama ± 4 – 6 jam.
g. Pencegahan Terhadap Serangan Penyakit
Sebagai tindakan preventif (pencegahan), induk kerapu sunu direndam dalam air tawar selama ± 2 - 5 menit dan larutan acriflavin selama ± 1 jam. Tindakan perendaman ini ditujukan untuk melepaskan atau memutuskan siklus hidup parasit yang menempel pada tubuh induk, terutama yang menempel pada bagian kulit, sirip dan insang. Apabila terdapat jenis parasit yang sukar diatasi dengan penggunaan air tawar maka dilakukan perendaman dengan larutan formalin dosis 100 – 150 ppm selama ± 1 jam. Induk-induk yang mengalami luka akibat serangan organisme parasit harus segera diobati dengan menggunakan obat antiseptik. Akan tetapi apabila induk mengalami luka atau sakit yang cukup parah maka dilakukan proses karantina dan diserahkan langsung pada bagian pengendali hama dan penyakit ikan.
h. Pemasangan shelter/cover bak
Di atas bak induk dipasang shelter yang terbuat dari bahan jaring polyethylene meshsize 2 inchi. Pemasangan shelter ini selain ditujukan untuk mengurangi intensitas cahaya matahari yang masuk ke dalam bak induk atau bertindak sebagai peneduh juga ditujukan untuk mencegah induk loncat keluar bak induk.
B. Penanganan Telur Ikan Kerapu Sunu 
Panen telur dilakukan dengan cara mengalirkan air dari bak pemijahan ke dalam saringan panen (kolektor) telur berukuran 400 mikron yang dipasang pada bak panen telur, setelah telur terkumpul, kemudian telur dipanen dengan menggunakan scoop net telur yang berukuran 300 - 400 mikron dan dimasukan ke dalam wadah akuarium untuk diseleksi.

Seleksi telur dilakukan dengan cara mengangkat aerasi selama ± 5 menit. Telur yang terbuahi berwarna bening dan transparan, melayang atau mengapung di permukaan air. Telur hasil pemijahan yang akan ditetaskan harus dipisahkan terlebih dahulu dari kotoran dengan menggunakan saringan berukuran 1 mm. Setelah itu telur didiamkan agar telur yang terbuahi dan yang tidak terbuahi akan segera terpisah. Telur yang tidak terbuahi akan mengendap pada dasar wadah akuarium bersama dengan partikel kotoran dan selanjutnya telur dan kotoran yang mengendap dikeluarkan dari dalam wadah aquarium dengan cara disipon. Total jumlah telur hasil panen dihitung dengan metode Volumetrik yaitu rerata telur hasil sampling (butir/ml) dikalikan dengan vulome akuarium (ml).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1   Induk Kerapu Sunu
Induk kerapu Sunu (P. leopardus) yang digunakan dalam kegiatan pembenihan ini merupakan induk asli perairan Maluku. Induk-induk ini berasal dari perairan Kab. Seram Bagian Barat (Desa Pulau Osi, Tatinang dan Masika Jaya) dan perairan Kab. Maluku Tengah (Desa Liang).
Secara keseluruhan total jumlah induk yang digunakan dalam kegiatan ini adalah sebanyak 80 ekor dan merupakan induk kerapu Sunu dari hasil kegiatan pembenihan tahun 2008 dan 2009.
Induk-induk yang didatangkan pada umumnya dalam kondisi baik (sehat). Pulau Osi dan Tatinang (Kabupaten Seram Bagian Barat) mempunyai kontribusi yang besar dalam pengadaan induk kerapu sunu. Besarnya kontribusi kedua daerah ini disebabkan karena dikedua dusun tersebut merupakan sentra dari nelayan yang berprofesi sebagai nelayan tangkap ikan demersal (khususnya kerapu) dimana mereka mempunyai keahlian khusus dalam hal menangkap jenis ikan ini di alam.
3.2   Jenis Kelamin
Dari hasil seleksi/prediksi jenis kelamin, induk yang digunakan dalam kegiatan ini terdiri dari 36 ekor berjenis kelamin jantan (kisaran panjang 42 – 56 cm dan berat 2,4 – 3,2 kg), sedang yang berjenis kelamin betina berjumlah 44 ekor ( kisaran panjang 30 - 51 cm dan berat 0,9 -  2,8 kg), untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel Kisaran Ukuran Panjang Tubuh Induk Kerapu Sunu (P. leopardus) Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Jumlah Induk
Panjang
(cm)
Berat
(kg)
 (ekor)
Jantan
36
42 - 56
2,4 – 3,2
Betina
44
30 - 51
0,9 -  2,8

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa meskipun induk telah berukuran besar, akan tetapi ternyata induk tersebut masih berjenis kelamin betina. Demikian pun sebaliknya ada induk berukuran kecil, akan tetapi induk tersebut telah berkelamin jantan. Hal ini menunjukkan bahwa selain umur, perubahan jenis kelamin juga ditentukan oleh kondisi populasi induk-induk tersebut didalam bak, yang mana jika populasi induk di dalam bak sebagian besar betina maka kondisi ini akan memacu sebagian kecil induk betina untuk mempercepat perubahan jenis kelamin menjadi jantan.
3.3 Pakan dan Vitamin
Selama kegiatan, pengelolaan induk berlangsung, kesegaran  pakan yang diberikan selalu mendapat perhatian khusus dan diupayakan selalu dalam kondisi segar. Jenis Pakan yang umum diberikan dan tersedia setiap bulan dipasaran adalah pakan rucah dari jenis Momar/layang (Decapterus sp), Komu (Catsuwonus sp) dan Julung-julung (Hemiramphus sp). Variasi menu pakan yang beragam untuk setiap bulannya ditujukan untuk mempertinggi kualitas telur yang akan dihasilkan karena kekurangan satu unsur nutrisi dari salah satu jenis pakan mungkin dapat dilengkapi oleh jenis pakan yang lainnya dan hal ini sangat penting untuk proses perkembangan dan pematangan gonad induk ikan kerapu Sunu. Sedangkan jenis pakan cumi yang rutin diberikan untuk setiap bulannya adalah dari jenis cumi bunga (Loligo spp) dan cumi batu (Sepia sp). Mengenai jenis pakan diberikan pada induk ikan kerapu Sunu (P. leopardus) dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel Jenis-jenis Pakan Rucah dan Cumi Yang Diberikan Pada Induk Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus)
No
Jenis Pakan
Nama Lokal
Nama Indonesia
Nama Latin
1
Momar
Layang
Decapterus sp
2
Komu

Catsuwonus sp
3
Julung-julung

Hemiramphus sp
5
Tatari
Kembung
Rastrelliger sp
7
Make
Sardin
Sardinella sp
9
Kawalinya

Selar sp
10
Tuing-tuing
Ikan terbang
Cheilopogon sp
11
Sontong Batu
Sotong
Sepia sp
12
Sontong bunga
cumi
Loligo sp

Selain pemberian pakan rucah dan cumi, guna lebih memaksimalkan kegiatan manajemen induk ikan kerapu Sunu pada bak terkontrol, maka induk juga diberikan suplemen (vitamin). Adapun jenis-jenis vitamin (suplemen) tersebut terdiri dari Vitamin B, C,  E dan multivitamin plus mineral dalam bentuk tablet dan kapsul. Pemberian suplemen/vitamin ini ditujukan untuk lebih melengkapi unsur-unsur nutrisi yang mungkin belum diperoleh dari pakan yang diberikan. Pemberian vitamin B pada induk ditujukan untuk menambah nafsu makan, vitamin C ditujukan untuk menambah daya tahan tubuh dan meningkatkan fertilitas, vitamin E ditujukan untuk mempercepat proses pematangan gonad.  Sedangkan pemberian multivitamin plus mineral ditujukan untuk mempercepat proses metabolisma sel tubuh dan merangsang/mempercepat pemijahan.
3.4   Kematangan Gonad dan Pemijahan
Dari hasil kegiatan manajemen induk yang dilakukan terhadap induk-induk ikan kerapu sunu, terlihat bahwa setiap bulan dijumpai adanya induk yang matang gonad baik induk-induk jantan maupun induk-induk betina dan terjadi pemijahan dengan frekwensi pemijahan yang cukup tinggi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel  di bawah ini.
Tabel Jumlah dan Persentase Induk Matang Gonad, Frekwensi, Kwartal Bulan dan Jam Pemijahan Induk Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus) Per Siklus Bulan Pemijahan
Bulan
Induk Matang Gonad
Frekwensi Pemijahan
(hari)
Kwartal Bulan
Jam Pemijahan
Jantan (ekor)
Betina (ekor)
Jan
12
18
20
I, II dan IV
03.00 - 05.30
Feb
20
23
19
I, II dan IV
03.00 - 05.30
Mar
23
28
23
I, II, III dan IV
03.00 - 05.30
Apr
15
18
19
I, II dan IV
03.00 - 05.30
Mei
15
22
27
I, II, III dan IV
03.00 - 05.30
Juni
12
15
20
I, II dan IV
03.00 - 05.30
Juli
16
20
23
I, II, III dan IV
03.00 - 05.30
Agst
14
17
21
I, II dan IV
03.00 - 05.30
Sept
12
13
23
I, II, III dan IV
03.00 - 05.30
Okt
16
19
26
I, II, III dan IV
03.00 - 05.30
Nop
14
15
27
I, II, III dan IV
03.00 - 05.30
Des
15
18
25
I, II, III dan IV
03.00 - 05.30

Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa jumlah induk matang gonad tertinggi dijumpai pada siklus pemijahan bulan Maret yakni sebanyak 23 ekor (jantan) dan 28 ekor (betina), kemudian diikuti oleh siklus pemijahan bulan Februari yakni sebanyak 17 ekor (jantan) dan 23 ekor (betina). Sedangkan Jumlah induk matang gonad terendah dijumpai pada siklus pemijahan bulan September yakni sebanyak 12 ekor (jantan) dan 13 ekor betina). Rendahnya jumlah induk yang matang gonad pada siklus pemijahan bulan September diduga karena beberapa ekor induk memasuki masa istirahat sebelum bereproduksi kembali.
Dari tabel juga terlihat bahwa frekwensi pemijahan induk kerapu Sunu (P. leopardus) selama kegiatan berlangsung berkisar antara 19 – 27 hari. Frekwensi pemijahan tertinggi dijumpai pada siklus pemijahan bulan Mei dan November yakni sebanyak 27 hari dan terendah dijumpai pada siklus pemijahan bulan Februari dan April yakni sebanyak 19 hari. Tinggi atau rendahnya frekwensi pemijahan sangat tergantung pada tingkat kematangan dan jumlah induk yang matang gonad.
Selain itu, juga terlihat bahwa pemijahan induk kerapu Sunu (P. leopardus) berlangsung kemungkinan tidak mengikuti pola pemijahan induk kerapu Sunu (P. leopardus) di alam karena pemijahan terjadi hampir setiap hari yakni pada kwartal I, II, III dan IV bulan Arab/Jawa dengan waktu (jam) pemijahan terjadi antara pukul 03.00 - 05.30 WIT.

3.5   Produksi Telur
Berdasarkan hasil panen telur yang dilakukan selama 12 siklus pemijahan, dapat dikalkulasikan bahwa total jumlah telur sebesar 624.100.000 butir. Jumlah telur tertinggi dijumpai pada siklus pemijahan Maret yakni sebanyak 74.000.000 butir dan kemudian diikuti oleh siklus pemijahan bulan Mei yakni sebanyak 65.600.000 butir. Jumlah telur terendah dijumpai pada siklus pemijahan bulan Juni yakni sebanyak 32.800.000 butir. Tinggi atau rendahnya jumlah telur yang dihasilkan selama siklus/musim pemijahan selain ditentukan oleh jumlah induk matang gonad, juga ditentukan oleh ukuran induk yang matang gonad tersebut.  Rendahnya jumlah telur pada siklus pemijahan bulan Juni disebabkan oleh jumlah induk matang gonad cukup terbatas serta sebagian besar induk memasuki masa istirahat bereproduksi dan membutuhkan waktu tertentu untuk pembentukan sel-sel kelamin yang berperan dalam sistem reproduksi.
3.4   Ukuran Diameter Telur, Oil Globule, Derajat Pembuahan (FR) dan Derajat Penetasan (HR) Telur
Selama kegiatan berlangsung, dari  12 siklus bulan pemijahan induk kerapu Sunu, ukuran diameter telur berkisar antara 700 – 840 mikron, dengan diameter oil globule berkisar antara 150 – 180 mikron. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel Ukuran Diameter Telur dan oil globule Telur Kerapu Sunu Selama 12 Siklus Bulan Pemijahan
Bulan
Diameter Telur
Diameter Kuning Telur
(µm)
(µm)
Januari
700-760
150-170
Februari
700-820
150-170
Maret
720-820
160-180
April
720-800
150-170
Mei
740-800
150-170
Juni
700-740
150-180
Juli
700-820
150-170
Agustus
740-780
150-170
September
720-840
150-170
Oktober
700-770
150-170
November
720-750
160-170
Desember
710-750
150-170

Pada setiap siklus pemijahan, Laju Fertilisasi (FR) dan Laju Penetasan (HR) telur ikan kerapu Sunu selama kegiatan digolongkan cukup tinggi dimana Laju Pembuahan telur (FR) berkisar antara 70-85 % sedang Laju Penetasan telur (HR) berkisar antara 79-93 %. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel Derajat Pembuahan Telur (FR) dan Derajat Penetasan Telur (HR) Telur Selama 10 Siklus Pemijahan
Bulan
Fertilization Rate (FR) (%)
Hatching Rate (HR) (%)
Januari
81
86
Februari
85
93
Maret
74
79
April
76
82
Mei
80
81
Juni
72
80
Juli
75
77
Agustus
71
81
September
70
83
Oktober
76
90
November
78
79
Desember
81
92

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa derajat pembuahan (FR) tertinggi dijumpai pada pemijahan bulan Februari dan terendah dijumpai pada pemijahan bulan September. Tingginya nilai FR pada pemijahan bulan Februari tersebut diduga akibat rasio perbandingan jantan dan betina cukup ideal sehingga peluang pembuahan telur menjadi cukup tinggi. Sedang rendahnya FR pada pemijahan bulan September diduga disebabkan kualitas sperma dari sebagian induk jantan yang dilepaskan saat mijah mungkin masih rendah.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, dari hasil uji daya tetas telur (HR) selama 12 bulan pemijahan, terlihat bahwa Laju Penetasan/daya tetas telur (HR) berkisar antara 79-93 %. Laju Penetasan (HR) telur  tertinggi dijumpai pada pemijahan bulan Februari yaitu sebesar  93 % sedang terendah dijumpai pada pemijahan bulan Juli yaitu sebesar  77 %.


3.5   Penebaran dan Restocking Telur Kerapu Sunu
Selama kegiatan pembenihan berlangsung, setiap bulannya dilakukan penebaran telur pada bak-bak larva yang ada. Namun sebagian besar telur yang dihasilkan pada setiap bulan pemijahan di restocking ke alam. Untuk jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel Penebaran dan Restocking Telur Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus) Selama 12 Bulan Pemijahan Induk
Bulan Pemijahan
Tebar
Restocking
(butir)
(butir)
Januari
200.000
51.700.000
Februari
400.000
60.300.000
Maret
150.000
73.850.000
April
200.000
48.100.000
Mei
300.000
65.300.000
Juni
200.000
32.600.000
Juli
250.000
56.250.000
Agustus
850.000
51.050.000
September
750.000
34.850.000
Oktober
950.000
53.250.000
November
1.000.000
49.100.000
Desember
400.000
42.100.000
Jumlah
5.650.000
618.450.000

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa dari total jumlah telur sebesar 624.100.000 butir, selama satu tahun kegiatan hanya 5.650.000 butir yang ditebar pada bak-bak larva, sedang sebanyak 618.450.000 butir telur diantaranya di restocking ke alam. Penebaran telur tertinggi dilakukan pada bulan Nopember yakni sebesar 1.000.000 butir yang ditebar pada bak kapasitas 6 m3 dan 30 m3, sedang penebaran telur terendah dilakukan pada bak kapasitas 6 m3 yakni sebesar 200.000 butir.
3.6   Parameter Kualitas Air Bak Induk
Parameter kualitas air selama proses kegiatan manajemen induk ikan kerapu Sunu (P. leopardus) secara umum kisaran parameter suhu, salinitas, DO dan pH dapat dikatakan masih dalam kisaran optimal. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel  Rerata  Parameter Kualitas Air Bak Induk Ikan Kerapu Sunu (P. leopardus) Dari Bulan Januari  –  Desember 2011
Bulan
Parameter Kualitas Air
Suhu (oC)
Salinitas (o/oo)
DO (ppm)
pH
Januari
29,8
33,4
5,59
8,07
Februari
29,8
33,4
5,65
8,15
Maret
29,9
33,2
5,69
8,15
April
29,8
33,0
5,65
8,09
Mei
28,6
32,5
5,36
8,02
Juni
27,9
33,1
5,02
7,93
Juli
27,1
33,4
5,07
8,05
Agustus
26,3
33,2
5,11
8,13
September
26,6
33,6
4,77
8,12
Oktober
28,6
33,5
4,78
8,16
Nopember
29,9
33,4
4,80
8,15
Desember
29,8
33,6
4,76
8,14
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa selama 12 bulan kegiatan berlangsung, rata-rata parameter suhu berkisar antara 26,3 – 29,9 oC ;  Salinitas berkisar antara  32,5 - 33,6 ppt ; DO berkisar antara 4,76 – 5,69 ppm dan pH berkisar antara 7,93 – 8,16. Kisaran parameter suhu, salinitas, pH dan DO sebagaimana yang terlihat pada tabel diatas semua masih dalam batas kisaran yang optimal bagi kegiatan manajemen induk pada bak terkontrol.
3.7   Jenis Parasit Yang Menyerang Induk
Selama kegiatan manajemen induk, dijumpai adanya serangan organisme penyakit (parasit) yang menyerang induk. Jenis parasit yang dijumpai menyerang induk sepanjang tahun adalah dari jenis lintah (Hirudinea sp) dengan prevalensi yang cukup tinggi yakni dapat mencapai 79 ind/ekor induk yang terjadi pada bulan November. Jenis parasit ini dapat menyerang induk meskipun setiap bulan telah dilakukan pembersihan baik dengan melakukan perendaman induk dalam larutan formalin dosis 150 – 200 ppm ataupun pelepasan parasit dari tubuh induk secara manual, namun karena air laut yang masuk kedalam bak induk tanpa melalui sistem filtrasi, maka apabila di alam terjadi peledakan populasi jenis parasit ini, tentu dengan mudah dapat menginfeksi dan menyebar pada induk-induk yang ada di dalam bak pemeliharaan.
3.8    Kelangsungan Hidup dan Mortalitas Induk
Selama 12 bulan kegiatan pengelolaan induk dari 80 ekor induk yang digunakan dalam kegiatan tersebut yang mampu bertahan hidup sampai dengan akhir Desember tahun 2011 adalah sebanyak 73 ekor (SR 91,25 %).
Kematian induk kerapu Sunu sebagian besar disebabkan oleh masalah teknis. Total jumlah induk yang mati selama kegiatan adalah sebanyak 7 ekor (Mortalitas 8,75 %). Total jumlah induk yang mati selama kegiatan berlangsung dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel Kematian Induk Kerapu Sunu (P. Leopardus) Selama Kegiatan Berlangsung
Bulan
Jenis Kelamin
Ukuran Tubuh
Penyebab Kematian
Panjang
(cm)
Berat
(kg)
Januari
Betina
52
2,6
Lompat tersangkut jaring cover bak induk
Februari
Jantan
54
2,3
Tersedot pipa pembuangan tengah
Maret
Betina
52
2,2
Hati pucat dan gelembung renang bengkak

Betina
54
2,6
Stress waktu perendaman dalam air tawar

Betina
45
1,3
Tersedot pipa pembuangan tengah
Mei
Betina
50
2,4
Luka pada sirip
November
Jantan
55
2,8
Stress selama proses pelepasan lintah

IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan ini antara lain :
·         Kegiatan manajemen induk kerapu Sunu (P. Leopardus) mampu menghasilkan induk-induk matang gonad dan memijah sepanjang tahun dengan frekwensi pemijahan yang tinggi.
·         Laju fertilisasi (FR) dan Laju Penetasan (HR) telur pada setiap siklus pemijahan induk tergolong cukup tinggi
Sedangkan saran yang dapat diberikan adalah :
·         Perlu pengelolaan air yang berkesinambungan baik dari segi kualitas maupun kuantitas baik pada pemeliharaan induk, larva maupun benih  kerapu Sunu (P. Leopardus).
·         Sumberdaya manusia mesti lebih ditingkatkan lagi kemampuan dan kapasitasnya misalnya melalui kegiatan pelatihan khusus tentang masalah penanganan larva dan benih kerapu Sunu (P. Leopardus) sehingga sasaran akhir kelangsungan hidup larva dan benih yang diharapkan dapat segera terealisasikan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Anonimous, 2004. Pembenihan Ikan Kerapu. Balai Budidaya Laut Lampung.Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Lampung.
Anonimous, 2004. Petunjuk Teknis Budidaya Laut Ikan Kerapu, Ditjen Perikanan Budidaya, Direktorat Pembudidayaan. Jakarta.
Cholik F., Jagatraya AG., Poernomo, Jauzi A., 2005. Akuakultur Tumpuan Harapan Masa Depan Bangsa., Masyarakat Perikanan Indonesia dan Taman Akuarium air Tawar. Jakarta.
Suwirya, K. A. Prijono, A. Hanafi, . Andamari, R. Melianawati, M. Marzuqi, K. Sugama, N. A. Giri.  2006. Pedoman Teknis Pembenihan Ikan Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus). Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Perikanan dan Kelautan, Bali.
Ismi S., 2007.  Produksi Kerapu Sunu (Plectropomus leopardus) Di Hatchery Skala Rumah Tangga. Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut. Departemen Kelautan dan Perikanan, Bali.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Prinsip Pengemasan Produk Berbahan Nabati dan Hewani

TAHAPAN PENGURUSAN BADAN HUKUM KELOMPOK PERIKANAN (TERDAFTAR DI KEMENKUMHAM)